Memahami Penyakit Ginjal Polikistik: Tanda, Gejala, dan Tataksana

Jakarta, 11 Juni 2024 – Faktor genetik menjadi salah satu penyebab penyakit ginjal polikistik atau Polycystic Kidney Disease (PKD) yang paling sering dijumpai. PKD merupakan penyakit genetik yang dapat diturunkan secara turun temurun dalam keluarga seperti dari orang tua kandung.

Internist Konsultan Ginjal dan Hipertensi, dr. Afiatin, SpPD-KGH, FINASIM menjelaskan pada PKD, sel-sel ginjal tertentu rusak sehingga menyebabkan berkembangnya banyak kista. Kista tersebut membesar seiring berjalannya waktu dan menyebabkan ginjal menjadi besar. pada akhirnya ketika terdapat terlalu banyak kista, ginjal berhenti bekerja dengan baik dan penderitanya mengalami gagal ginjal.

“Penyakit ginjal ini bisa dibagi menjadi dua kelompok yaitu Penyakit Ginjal Polikistik Autosomal Dominan (ADPKD) “PKD Dewasa” dan Penyakit Ginjal Polikistik Resesif Autosomal (ARPKD) “PKD Anak”,” kata dr. Afiatin dalam webinar kesehatan bertajuk “Dampak dan Pengobatan Kista Ginjal” yang diselenggarakan oleh Komunitas Pasien Cuci Darah Indonesia (KPCDI) berkolaborasi dengan Otsuka beberapa waktu lalu.

 

Afiatin menuturkan sebanyak 133.500 orang di Indonesia atau 1 dari 500 orang terdiagnosis menderita ADPKD di umur 60 tahun dan kemungkinan besar harus melakukan cuci darah. Di bandingkan ARPKD, ADPKD memang sangat sering ditemui kasusnya di Indonesia.

Secara umum ADPKD ialah penyakit ginjal genetik paling umum yang mengancam kehidupan manusia. Data menunjukkan lebih dari 140 ribu orang Amerika, 1 dari 400 hingga 1 dari 1.000 anak yang lahir di Amerika, mempengaruhi lebih dari 13 juta orang di seluruh dunia telah didiagnosis menderita ADPKD.

“Pengidap ADPKD berasal dari seluruh dunia dengan latar belakang berbeda,” ujarnya.

Lebih lanjut,  setiap anak yang lahir dari orang tua yang terkena dampak memiliki peluang 50/50 untuk mendapatkan gen yang rusak. Individu yang mengalami kerusakan gen PKD 1 akan memiliki lebih banyak kista di ginjalnya dan akan mengalami kerusakan ginjal lebih cepat dan memerlukan pengobatan gagal ginjal lebih awal dalam hidupnya.

Pada jenis PKD 1 usia rata-rata kematian atau gagal ginjal adalah 53 tahun sementara pada PKD 2 usia rata-rata kematian atau gagal ginjal adalah 69 tahun.

Tanda dan Gejala

Adapun tanda dan gejala ADPKD sebagai berikut:

  1. Riwayat keluarga.
  2. Tekanan darah tinggi.
  3. Darah dalam urin.
  4. Nyeri di punggung atau samping.
  5. Infeksi saluran kemih yang sering.
  6. Bengkak pada perut.
  7. Ginjal membesar.
  8. Protein dalam urin.

Memahami perkembangan penyakit pada ADPKD:

  1. Tes darah untuk mengukur kreatinin.
  2. Pencitraan (MRI, CT, atau USG).
  3. Pemeriksaan dan riwayat pasien/keluarga.
  4. Pengujian genetik.

Tatalaksana dari ADPKD

  1. Tatalaksana tekanan darah: Angiotensin-Converting Enzyme (ACE) Inhibitor atau Angiotensin Receptor Blocker (ARB) dengan tekanan darah <110/75 mmHg pada usia muda dengan eGFR >60 ml/min/1.73 m.
  2. Batasi konsumsi natrium: target 2 gram per hari atau sekitar 5 gram garam dapur.
  3. Asupan cairan lebih banyak: pasien ADPKD disarankan minum >3L cairan kecuali biar eGFR <30mL/min/1.73 m atau berisiko untuk hyponatremia (kadar natrium rendah dalam darah) misalnya bila mengkonsumsi thiazid.
  4. Tolvaptan: vasopressin V2-receptor (V2R) antagonist merupakan obat yang terbukti bermanfaat pada pasien ADPKD.

Tekanan Darah Tinggi pada ADPKD

  1. Sekitar 70% individu dengan ADPKD akan memiliki tekanan darah tinggi.
  2. Sekitar 20% hingga 30% anak dengan ADPKD akan mengalami tekanan darah tinggi.
  3. Lebih banyak pria dengan ADPKD yang mengalami tekanan darah tinggi.
  4. Tekanan darah tinggi umumnya ditemukan sebelum adanya perubahan fungsi ginjal.
  5. Tekanan darah meningkat lebih awal pada pasien dengan ADPKD dibandingkan pasien yang tidak memiliki ADPKD.
  6. Tekanan darah meningkat lebih awal pada pasien dengan ADPKD dibandingkan pasien yang tidak memiliki ADPKD.
  7. Tekanan darah tinggi dapat menyebabkan jantung membesar sehingga menimbulkan lebih banyak masalah seperti penebalan dinding ruang pompa utama jantung.

“Pengobatan untuk memperlambat perkembangan ADPKD. Dalam beberapa tahun terakhir, penelitian telah dilakukan terhadap obat-obatan untuk memperlambat perkembangan ADPKD. Saat ini satu obat yaitu Tolvaptan telah dilisensikan untuk digunakan di Eropa dan Asia termasuk Indonesia,” kata dr. Afiatin.

Menurutnya, obat Tolvaptan diperuntukkan bagi orang dewasa dengan ADPKD yang memiliki fungsi ginjal normal atau menurun (penyakit ginjal kronik stadium 1-4) pada awal pengobatan, dan yang memiliki bukti penyakit yang berkembang pesat. Obat ini tidak tersedia di semua tempat dan pasien harus mendiskusikan ketersediaannya dengan ahli nefrologi.

Manfaat Tolvaptan adalah menunda pembesaran kista dan ginjal, menunda penurunan fungsi ginjal, dan menunda terjadinya penyakit ginjal stadium akhir serta dapat mengurangi komplikasi dan nyeri ginjal.

Sementara efek sampingnya adalah banyak buang air kecil. Pasien harus mengambil cukup minum untuk memastikan tidak mengalami dehidrasi. Perawatan ini dapat menyebabkan penurunan fungsi hati dan pasien harus memberi tahu dokter memiliki gejala yang mengindikasikan kerusakan hati.

“Pemeriksaan darah untuk memeriksa fungsi hati perlu dilakukan sebelum dan selama pengobatan secara rutin,” pungkasnya.

Leave a Reply