Kupas Tuntas Dampak Anemia bagi Pasien Ginjal Kronik
KPCDI – Indonesian Renal Registry (IRR) mencatat angka kejadian anemia pada Pasien Ginjal Kronik (PGK) di Indonesia terus meningkat sesuai dengan stadium yang diderita pasien. Ketika pasien masih pada stadium satu, angka anemianya adalah 8,4%, sementara progresi penyakit pada stadium 4-5 angka anemianya melonjak hingga 50%.
Spesialis Penyakit Dalam, Konsultan Ginjal dan Hipertensi dr. Elizabeth Yasmine Wardoyo, Sp.PD-KGH, menjelaskan di Indonesia seseorang dinyatakan terkena anemia adalah ketika memiliki kadar hemoglobin (HB) <12 gram/dL untuk laki-laki dan <10 gram/dL untuk perempuan.
“Angka pasien dialisis baik yang baru maupun yang sudah aktif semakin meningkat di Indonesia. Artinya pasien yang mengalami anemia juga semakin banyak,” kata dr. Elizabeth di webinar kesehatan dalam rangkaian kegiatan World Kidney Day 2023 yang diselenggarakan oleh Komunitas Pasien Cuci Darah Indonesia (KPCDI), Minggu (6/3).
Bertajuk ‘Anemia Pada Pasien Ginjal Kronik, Bagaimana Dampak dan Pengobatannya?’, data IRR menunjukkan bahwa 78% pasien dialisis di Indonesia memiliki HB <10 gram/dL. Hal ini cukup berbahaya karena anemia dapat mempercepat kerusakan sisa fungsi ginjal yang seharusnya dijaga. Di sisi lain, anemia juga dapat menurunkan kinerja organ tubuh lainnya dan menurunkan kualitas hidup.
Adapun faktor utama penyebab anemia pada PGK adalah karena umur sel darah merah berkurang menjadi 70-80 hari saja. Penurunan ini disebabkan karena adanya penumpukan racun uremik, kondisi ureum yang tinggi, kondisi hyperparatiroid sekunder (kelebihan hormon paratiroid yang membuat membran eritrosit menjadi rapuh).
Faktor lainnya adalah ketika menjalani dialisis darah akan teretensi pada dializer, adanya pengambilan darah berulang, pendarahan saluran cerna, pendarahan dari sistem yang lain, kehilangan darah yang sifatnya terus menerus membuat badan menjadi kekurangan zat besi.
Juga terdapat faktor inflamasi, infeksi yang membuat membran eritrosit, membran sel darah merah sensitif, dan menjadi mudah hancur. “Adanya defisiensi zat besi kekurangan asam folat B12,” ujarnya.
Apa Dampak Anemia untuk PGK?
Untuk diketahui, sel darah merah memiliki fungsi membawa oksigen ke seluruh jaringan tubuh termasuk ke jantung. Ketika seseorang terkena anemia maka akan mengalami masalah kesehatan karena darah tidak dapat membawa oksigen dengan optimal dan menyebabkan organ kekurangan oksigen.
Bagi PGK dampak yang dirasakan setelah terkena anemia adalah mudah lemas, cepat lelah, sakit kepala atau pusing, jantung berdebar lebih kencang, sesak napas ketika melakukan aktivitas ringan, dan pusing saat mengubah posisi badan—terkadang mata gelap.
Bagaimana Pencegahannya?
Perhimpunan Nefrologi Indonesia (Pernefri) menjelaskan bahwa target HB bagi PGK adalah 11-12 gram/dL dan tidak boleh dari 13 gram/dl. Untuk mencapai target tersebut tentunya pasien harus mendapati dialisis yang adekuat, nutrisi adekuat, memiliki tatalaksana hiperparatiroidisme sekunder, dan mencegah adanya inflamasi atau infeksi.
“Selain ini diperlukan adanya suplementasi besi dan eritropoietin,” katanya.
Lalu, Bagaimana Penanganannya?
Elizabeth menjelaskan dalam menangani kasus anemia pada PGK dengan menggunakan metode pemberian Erythropoiesis Stimulating Agent (ESA). ESA merupakan standar terapi anemia pada PGK. Koreksi anemia dengan ESA dapat mempelambat progresivitas, menurunkan morbiditas dan mortalitas serta memperbaiki kualitas hidup, serta menurunkan kebutuhan transfusi darah.
ESA dapat diberikan ketika pasien PGK memiliki kadar HB <10 gram/dL, melakukan pemeriksaan zat besi, dan melakukan pemeriksaan untuk memastikan bahwa memiliki zat besi yang cukup sebagai bahan baku pembentukan sel darah merah. Parameteranya adalah saturasi transferin >20% dan feiritin di atas >200 mg/mL pada PGK yang menjalani dialisis.
Dosis ESA bagi PGK ialah, Epoetin Alfa 20-100 U/kg, 3 kali per minggu, Darbepoetin Alfa 0,45 µg/kg per minggu, dan Methoxy Polyethylene Glycol-Epoetin Beta 0,6 µg/kg per minggu dua kali. Setelahnya, untuk fase korupsi, dosis EPO dimulai dengan 2.000-5.000 IU, 2 kali seminggu secara subkutan, fase pemeliharaan, Dosis EPO diberikan 2.000-5.000 IU/minggu.
“Target respon kenaikan HB: 0,5 – 1,5 gram/dL dalam empat minggu,” tutupnya. (DWI)