Mengenang Tangkas Puji Windarso, Sang Penggerak KPCDI Cabang Banyumas
“komunitas menjadi rumah bersama bagi pasien. Di sanalah pasien bisa menimba ilmu. Di sanalah pasien bisa memperoleh kepercayaan dirinya kembali. Di sanalah pasien bisa saling memberi semangat dan saling menolong. Di sana lah pasien bisa berjuang bersama, tak kala keadilan lari darinya. Di sana lah pasien bisa meningkatkan kualitas hidupnya”
Awal Tahun 2012 tepatnya 21 Januari, pemuda kurus berkacamata ini menikah dengan Cindy Riani. Akhir tahun itu, pasangan muda itu dikarunia putri dan diberi nama Shabrilia Kayya Imani. Akhir tahun itu juga, sang ayah sudah menjadi pasien cuci darah. Tahun 2012 bisa disebut tahun kebahagian sekaligus tahun kelam dalam hidupnya.
Sebuah usia pernikahan yang belum genap setahun. Bahkan, masih layak disebut masa-masa bulan madu, saat-saat mereguk manisnya kehidupan baru. Namun, tercederai oleh musibah dimana sang nahkoda keluarga harus menyerahkan tubuhnya kepada mesin hemodialisa.
“Saya tidak menyesal menikah dengan Mas Tangkas. saya tidak marah dan berniat meninggalkan dia. Tidak ada perasaan itu semua,” ungkap Cindy perempuan asli Sunda ketika kutanya dalam menghadapi cobaan di usia pernikahannya yang masih seumur jagung itu
Baginya, yang dipikirkan hanya satu, kuatir kalau suaminya meninggal dunia. “Saat itu usia kandungan saya 7 bulan, kuatir kalau anak saya tidak kenal ayahnya. Makanya, saya support habis-habisan untuk suami dalam menghadapi ujian kami ini,” ujarnya lagi.
Ketika kutanya awal mula Tangkas menjadi pasien gagal ginjal, Cindy mengatakan suaminya saat itu mempunyai darah tinggi dan asam urat. “Sebelum HD (Hemodialisa), hanya periksa di RSUD Banjarnegara, saat itu pernyataan dokternya sudah menjurus ke GGK (Gagal Ginjal Kronik), tetapi penyampaiannya tidak langsung,”
“Kemudian pernah juga cek di Rumah Sakit Emanuel Banjarnegara sebagai pembanding, hasilnya sama harus cuci darah, malah divonis GGK nya di sana. Dokternya sangat transparan dan menyampaikan dengan gamblang, namun Mas Tangkas masih belum mau HD,”
“Mas Tangkas lantas memeriksakan diri lagi di Rumah Sakit Geriatri Purwokerto, tanpa mengatakan kalau sudah pernah divonis sebelumnya, hasilnya pun sama. Jadi 3 bulan awal setelah drop sebelum HD memang cek sana sini, ikhtiar sana sini,’ ungkapnya.
Pemilik nama lengkap Tangkas Puji Windarso ini baru menyatakan bersedia cuci darah, setelah anak pertamanya lahir pada tanggal 14 Desember 2012. Menurut penuturan sang Istri seperti pada umumnya pasien cuci darah sering drop, tetapi suaminya cepat bangkit lagi.
Tangkas yang merupakan sarjana sosiologi lulusan Universitas Jenderal Soedirman Purwokerto, sempat bekerja di beberapa bank, terakhir di Bank Mandiri.
Sebelum resign, Tangkas sering mengeluh mual, muntah, dan lemes. “Mas Tangkas kan orang lapangan, sehingga bisa atur waktu. Tapi, lama kelamaan tidak enak dengan kantor karena sering istirahat di rumah, bahkan pernah satu bulan full nggak kerja. Akhirnya, setelah diskusi dengan saya memutuskan untuk resign,” kenang Cindy yang senasa mahasiswa satu jurusan, satu angkatan di Unsoed Purwokerto ini.
Walau istri punya pekerjaan keren di sebuah perusahaan, pria ceking berkacamata ini tetap mencari nafkah untuk keluarganya, apalagi pada tanggal 21 Juni 2017 putrinya kedua yang diberi nama Shaum Rayya Imani lahir.
Di media sosial ayah dua putri ini aktif menawarkan madu dan kurma. Suatu ketika aku pernah berdiskusi panjang lebar dengannya soal pengalaman jualan online. Menurutnya, cara mencari nafkah seperti ini adalah jalan keluar pasien cuci darah agar tetap punya penghasilan di tengah situasi tubuhnya yang sering drop.
Membangun KPCDI Banyumas
Kalau Anda ditanya letak persis Banjarnegara, kemungkinan besar tidak banyak yang tahu. Tapi, kalau ditanya Dieng pasti banyak yang mengetahui. Publik mengenal Dieng sebagai tempat wisata vulkano yang sangat terkenal, ada kawah Sinila dan Sikidang, Telaga Warna. Di sana juga ada peninggalan Candi Dieng. Tempatnya dingin, karena di dataran tinggi, penghasil kentang yang utama mungkin itu serentetan jawaban tentang Dieng. Dieng sendiri terletak di Kabupaten Banjarnegara, Propinsi Jawa Tengah.
Di Kota Banjarnegara lah Tangkas tinggal dan menjalani hidup sebagai pasien cuci darah. Dari kota kecil itulah dia mengumpulkan para pasien GGK untuk saling bertemu dan bersilaturahmi.
Pada tahun 2015 ia sudah mampu menghimpun beberapa pasien di WA (Whatsapp Group) yang diberi nama “Dialisis Ngapak”. Pasien yang bergabung tiidak hanya datang dari Banjarnegara tetapi menjangkau beberapa kabupaten di eks Karesidenan Banyumas.
Tangkas sering mengatakan dengan sebutan Barlingmascakeb, yang merupakan kepanjangan; Banjarnegara Purbalingga Banyumas Cilacap Kebumen. Banyumas sendiri adalah salah satu kabupaten dalam kawasan itu yang ibu kotanya di Kota Purwokerto. Lima kabupaten sungguh sebuah areal yang luas sekali. Kawasan ini juga sering dijuluki kota ngapak, mereka berbicara dengan dialek bahasa Jawa ngapak.
Selain aktif berdiskusi dalam WA, Tangkas menjadi motor “Dialisis Ngapak” beberapa kali mengadakan kopi darat. Dalam dinding facebooknya ia pernah memposting kopdar pertamanya, di Tahun 2018, diadakan di Rita Mall Purwokerto. Di foto tersebut hanya segelintir yang ikut. Lalu berlanjut di rumah Nessy Imelda, salah satu anggota “Dialisis Ngapak” di Purwokerto.
Adalah Suryo, pria yang bertubuh besar, yang juga Pengurus Pusat KPCDI, mempunyai keinginan besar agar pasien gagal ginjal di daerah dimana ia dibesarkan mendapat edukasi yang tepat guna meningkatkan kualitas hidup pasien.
“Bang, aku ingin KPCDI bisa mengadakan kegiatan di Purwokerto. Kasihan kawan-kawan di sana. Minim informasi dan edukasi tentang cuci darah, dokter ahlinya juga sangat terbatas”, ungkapnya kepada Tony Samosir saat bertemu di salah satu resto di Jakarta Timur, sekitar tahun 2018.
Sedangkan Tangkas sering melihat Komunitas Pasien Cuci Darah Indonesia (KPCDI) tingkat nasional di media sosial. Menurutnya, banyak kegiatan yang menarik untuk menguatkan semangat para pasien GGK.
Tangkas tak berhenti hanya melihat kegiatan KPCDI tingkat nasional. Langkah konkritnya, Tangkas Puji Windarso menghubungi Ketua Umum KPCDI Tony Samosir
“Waktu itu saya sampaikan keinginan mendirikan Cabang KPCDI di Banyumas Raya. Karena KPCDI merupakan organisasi pasien mempunyai badan hukum yang sah,” ujar Tangkas Puji seperti ditulis tabloidelemen.com, sekitar September 2021.
Kedua pasien yang berbeda tempat domisili itu, Suryo di Jakarta sedangkan Tangkas di Banjarnegara, akhirnya mempersiapkan kopdar akbar untuk membentuk KPCDI Cabang Banyumas.
“Kopdar Dialisis Ngapak Se-BARLINGMASCAKEB DAN PEMBENTUKAN KPCDI BANYUMAS” tulis panitia dalam efleyer yang dibagikan ke media sosial. Pengurus Pusat KPCDI sangat antusias, akan mengirimkan Ketum nya Tony Samosir, Donny, Suryo, dan Kang Moel.
“Saya tidak mendapat edukasi apapun sejak divonis awal cuci darah. Hanya datang cuci darah, ditusuk, tidur dan pulang. Tanpa paham apa itu berat badan kering dan putaran (QB) seperti apa?” ungkap Tangkas dalam sambutannya dihadapan lebih dari 100 orang peserta yang hadir di Aula Terbuka SMPN 01 Sokaraja, Purwokerto, pada tanggal 28 Oktober 2018.
Pernyataan Tangkas itu sebagai bentuk keprihatinan dia akan kondisi para pasien GGK di sana dan sekaligus keinginan bergabung dan membentuk cabang KPCDI di eks Karisidenan Banyumas.
Tangkas sangat percaya diri dan sosok yang paling menonjol dalam kopi darat itu. “Saat kita diuji janganlah pernah mengeluh, berserah dan selalu ikhtiar mendekatlah kepada sang pencipta, ujian bukan hanya dalam kesedihan, kebahagiaan pun adalah ujian.”
“Mengeluh hanya akan membuat hidup terasa berat. Bersyukurlah, maka kebahagiaan akan didapat,”
“Dengan silaturahmi, hidup jadi lebih berarti, karena dengan berkomunitas hidup jadi lebih berkualitas,” ujarnya dalam sebuah pidato yang disampaikan panjang lebar.
Saat dia meneriakan salam : “Ora ngapak ora kepenak”, seluruh peserta memberikan tepuk tangan yang sangat meriah. Dia telah membuktikan menjadi pasien yang paling diteladani di kawasan itu. Akhirnya, Tangkas terpilih menjadi Ketua Cabang dan lahirlah KPCDI Cabang Banyumas.
Terus Menjadi Besar Dan Bertumbuh
Persoalan edukasi yang mumpuni adalah salah satu persoalan yang cukup pelik bagi pasien cuci darah di kabupaten eks Karesidenan Banyumas, yang terletak di sebelah Selatan Pulau Jawa ini. “Kebanyakan pasien datang ke unit HD (Hemodialisa), tusuk terus HD. Setelah selesai langsung pulang. Besuknya begitu dan begitu lagi,” ungkap Tangkas Ketua Cabang KPCDI Banyumas.
Menurut penjelasannya lagi, tidak ada wadah bagi pasien untuk bertukar pengalaman, dan menimba ilmu. Tidak ada forum di mana sesama pasien bisa saling menyemangati dan menggalang solidaritas.
“Dalam rangka memperingati Hari Kesehatan Nasional, KPCDI telah mengirim Surat Permohonan berkunjung ke beberapa unit HD di Kota Purbalingga. Kami ingin menjelaskan apa itu visi dan misi KPCDI,” ujarnya lewat pesan WA (WhatsApp) kepadaku.
Sambutannya cukup positif. Katanya, ada empat unit HD yang bersedia menerima kunjungan pengurus KPCDI. Maka hari ini, Sabtu (24/11/2018), Tangkas sang Ketua Cabang bergerak dari Kota Banjarnegara menuju Purbalingga. Sedangkan pengurus lainnya, Nesi dan Tiwi berangkat dari Purwokerto. Sedangkan Ery dan Ari Lintang dari Kota Purbalingga.
Menurut penuturannya jadwal kunjungan pertama ke Unit HD Rumah Sakit Harapan Ibu. “Kami disambut baik oleh kepala ruang dan perawat. Di sana ada 8 mesin HD dan 7 mesin yang aktif secara reguler. Dilanjut Rumah Sakit Siaga Medika dengan 3 mesin. Kemudian Rumah Sakit Goeteng dengan 6 mesin. Terakhir Rumah Sakit Nirmala dengan 10 mesin HD,” ujarnya.
“Di tiap rumah sakit kami mengisi kegiatan, mulai memperkenalkan KPCDI. Apa visi missi dan juga kontribusi KPCDI dalam memberi kritik dan masukan kepada pemangku kebijakan, maupun kepada rumah sakit,” ujarnya penuh semangat di ujung telpon.
Tangkas memberi dorongan agar pasien cuci darah mau bergabung dengan KPCDI. “Bila kita aktif di komunitas, akan sering menimba ilmu. Bisa ikut diskusi, bahkan seminar. Bisa berjumpa dengan teman senasib dan saling menguatkan. Semua itu ada di KPCDI. Jadilah pasien yang berkualitas,” ujarnya di hadapan para pasien dan tenaga medis yang sedang menjalankan proses hemodialisa.
KPCDI juga membagikan bingkisan. Bingkisan dikemas dalam tas cantik, salah satunya berisi brosur yang isinya tentang pemahaman penyakit gagal ginjal.
Menurut pengakuannya, antusias pasien, pendamping dan para perawat sangat bagus. Mereka, terutama pasien dan pendamping merasa senang dengan kegiatan silaturahmi dan edukasi sederhana seperti ini, karena selama ini mereka tidak pernah mendapatkan info-info yang berhubungan dengan gagal ginjal.
“Kami menyampaikan banyak terimakasih atas kunjungan KPCDI. Kami berharap para pasien mau ikut bergabung bersama KPCDI. KPCDI adalah komunitas yang bagus, bersama-sama bertujuan untuk meningkatkan kualitas hidup pasien,” ujar Zukruf Perawat Pelaksana Senior Rumah Sakit Nirmala Purbalingga.
Pukul 12 siang seluruh rangkaian acara selesai. Walau melelahkan, tapi bagi Tangkas Puji Windarso kegiatan KPCDI kali ini sangat berkesan. Bagi bapak dua anak dan sudah cuci darah selama 6 tahun ini, bermimpi KPCDI tumbuh besar di daerahnya.
Baginya, komunitas menjadi rumah bersama bagi pasien. Di sanalah pasien bisa menimba ilmu. Di sanalah pasien bisa memperoleh kepercayaan dirinya kembali. Di sanalah pasien bisa saling memberi semangat dan saling menolong. Di sana lah pasien bisa berjuang bersama, tak kala keadilan lari darinya. Di sana lah pasien bisa meningkatkan kualitas hidupnya.
Narasi di atas aku buat dan aku posting di facebook, sebagai tanda kekagumanku kepada sosok dan kiprahnya yang begitu luar biasa. Padahal cabang Banyumas baru terbentuk pada tanggal 28 Oktober, sebulan berikutnya pada tanggal 24 November 2018, sudah tancap gas melakukan kunjungan ke berbagai uni HD di kawasan itu.
Selain kunjungan ke unit HD yang begitu gencar dilakukan, Tangkas juga berhasil membuat KPCDI melakukan kegiatan seminar dengan bekerjasama dengan Fresenius Medical Care (FMC).
“Salah satu komponen dalam meningkatkan kualitas hidup pada pasien ginjal kronik adalah dengan meningkatkan kualitas dialisis. Adekuasi HD menjadi satu faktor penting dalam rangka meningkatkan kualitas hidup pasien,” ucap dr. Adityawarman Sp. PD, KGH.
Konsulen Ginjal dan Hipertensi, Adityawarman mengatakan hal itu dalam seminar yang digelar KPCDI yang diadakan di D’Garden Hall & Resto Arcawinangun, Purwokerto, Banyumas, dihadiri 130 peserta, Minggu (30/6/2019).
Tidak banyak cabang KPCDI yang mampu melakukan kegiatan semacam ini, berkat kepemimpinan sang ketua yang sangat energik ini acara edukasi yang sangat dibutuhkan pasien mampu digelar.
Selama pandemi Covid – 19, Tangkas juga mampu mengerakan teman-teman seperjuangannya melakukan kegiatan sosial bagi masker dan hand sanitizer ke pasien di berbagai unit HD. Bahkan, Cabang Banyumas mampu menggalang bantuan sendiri, selain kiriman dari pusat. Karena surplus, KPCDI Banyumas membantu calon cabang KPCDI di Jambi.
Kondisi ini menandakan KPCDI dengan budaya ngapak itu juga dipercaya oleh masyarakat, terbukti ketika mengumumkan permohonan bantuan, berbagai pihak menyumbang baik barang dan dana.
“Mas Tangkas itu sangat bersemangat bila menceritakan kegiatan dan peran KPCDI. Ia katakan berulang-ulang kepadaku, sehingga membuat diiriku rasanya ingin ilut aktif juga,’ ungkap istrinya
Bila kita melihat dinding facebooknya, semua yang berbau KPCDI mendominasinya. KPCDI baginya adalah segalanya.”Gagal ginjal bukan berarti gagal hidup. Tetap bisa aktif, produktif dan kreatif. Apapun kondisinya, jangan pernah patah,” ujarnya setiap saat kepada para penyintas gagal ginjal.
Kiprah di Pengurus Pusat
Walau sudah kerja bareng lebih dari setahun, baru hari ini (16/2/2020) aku bertatap muka dengan sang pemimpin di Banyumas ini. Selain sebagai Pengurus Cabang, pasien HD Rumah Sakit Emanuel Banjarnegara ini juga didapuk menjadi Pengurus Pusat.
Hari ini, Pengurus Pusat menggelar Rapat Pleno awal tahun, untuk membuat rencana kerja selama tahun 2020. Pasien HD yang jadi panutan banyak pasien lainnya ini datang dari kota kecil di selatan Pulau Jawa ke Jakarta khusus menghadiri rapat.
“Saya dari Stasiun Gambir langsung datang ke tempat ini,” jawabnya ketika ditanya nginap di mana? Tangkas langsung naik kereta dari Jawa Tengah dan baru tiba pagi ini, langsung ke tempat rapat.
Soal dedikasi, jangan ditanya bapak dua anak in, di Banyumas dia adalah motor organisasi. Dia mampu mengkoordinir kerja unit-unit HD di kawasan eks Karesidenan Banyumas yang begitu luas sekali, bahkan kota Wonosobo juga menjadi tanggung jawabnya.
Bukan mengurusi organisasi semata, tetapi dia menjadi sahabat bagi teman-temannya. Menjadi tempat curhat banyak pasien dan selalu memberi motivasi kepada yang meminta bantuan kepadanya.
Pemilik tahi lalat di sebelah bibir kanannya ini cepat belajar, padahal sebelumnya mengaku tidak paham berorganisasi. Salah satu pengurus yang aktif memberikan sumbangan pemikiran di setiap rapat. Kontribusinya ini luar biasa karena memang tugas pokok Pengurus Pusat membuat kebijakan dan memecahkan masalah yang muncul baik di dalam organisasi dan di luar. Bahkan, Tangkas piawai menjadi pimpinan rapat.
Akhir Tahun 2020 ini, Pengurus Pusat dan Cabang mempunyai keberanian untuk melangsungkan kongres. AD ART KPCDI yang menjadi landasan berorganisasi selama ini memang tercantum di akte notaris, tetapi bukan produk yang diputuskan secara demokratis. Ia masih produk pendiri, yang kebetulan aku ditugaskan untuk membuatnya. Pengurus Pusat juga dibentuk oleh pendiri, perlu ada forum yang kredibel untuk memutuskan, dan itu adalah kongres.
Tangkas adalah salah satu anggota tim penyusun AD ART yang akan dibawa ke kongres. Setelah aku membuat draft, lalu dibahas di tim. Tangkas sangat aktif memberikan masukan. Aku kagum dia cepat belajar. Dia sangat berbakat menjadi organisatoris.
Paska kongres, Ketum, Sekjen, Bendum terpilih mengangkat Tangkas menjadi Pengurus Pusat. Seorang yang lincah bisa berhubungan dengan berbagai cabang, memberikan advis dan membantu memecahkan problem mereka. Aku menilai tenaganya sangat ekstra, rasanya tidak kenal lelah, dan menjadi andalan Pengurus Pusat bersama Meli dan Aimma dalam mengurusi cabang dan calon cabang.
Perginya Sang Penggerak
Pagi ini ((8/8/2022), Tony Samosir memberi kabar yang sangat mengejutkanku kalau Tangkas, Ketua Departemen Pelatihan, Pendidikan dan Kaderisasi mengalami serangan stroke, koma dan masuk di ICU. Sungguh sebuah berita yang mampu mengguncang jantungku, serasa berhenti sesaat.
Beberapa menit aku terpaku, tak bisa berbuat apapun, dan hanya dihantui ketakutan dan kekuatiran akan kondisi salah satu Pengurus Pusat yang energik itu.
“Sobatku, kamu pasti kuat melewati masa kritis. Kamu kader terbaik KPCDI, semanggatmu yang begitu tinggi akan mengalahkan serangan stroke yang baru saja kau alami pagi ini,” tulisku di dinding facebook ku.
Aku meminta Keluarga Besar KPCDI untuk memanjatkan doa bersama untuk kesembuhan Tangkas, semoga suami dari Cindy Ariani dan ayah bagi Shabrila dan Shaum ini diberi kekuatan menghadapi serangan stroke yang baru dialaminya.
Pengurus Pusat segera melakukan rapat darurat, diambil keputusan akan menghimpun bantuan dana bagi keluarganya, yang sedang mendampingi Tangkas yang tidak berdaya dalam ruang ICU. Selama ini Tangkas sudah banyak menyita waktu buat keluarga, karena begitu aktifnya di KPCDI baik Pengurus Cabang dan Pengurus Pusat. Maka, kami ingin memberi dukungan kepada keluarganya di saat-saat seperti ini.
Baru beberapa jam permohonan bantuan dana itu diumumkan, pada tanggal 9 Agustus 2022, sekitar Pukul 22.00 WiB, kabar duka itu datang. Tangkas menghembuskan nafasnya yang terakhir, pergi meninggalkan kami semuanya. Meninggalkan istri, anak dan keluarga besarnya.
“Sosok pasien gagal ginjal yang mampu memberikan edukasi, motivasi, membuka pola pikir, membangkitkan semangat teman-teman senasibnya,’
“Mengajarkan teman-temannya bagaimana cara mensyukuri penyakit gagal ginjal yang cuci darah seumur hidup, ikhlas dengan penderitaan sehingga bisa bangkit dari keterpurukan,” ujar Ari Tria Atna yang saat itu menjadi Sekretaris Cabang Banyumas, ketika menjawab pertanyaan saya tentang sosok seorang Tangkas.
Tiwi, seorang penyintas gagal ginjal dari Purwokerto dan sama-sama pernah mengenyam di Universitas Jenderal Sooedirman menorehkan rasa dukanya yang mendalam di facebook.
“Mas Tangkas Puji Windarso orang baik, selalu bersemangat dan perhatian kepada teman-teman sesama PGK,”
“Harus semangat agar bisa menyemangati. Harus kuat agar bisa menguatkan. Harus bahagia agar bisa membahagiakan. Itu slogan yang sering kau katakan kepadaku dan pasien GGK lainnya,” tulis Tiwi pasien GGK yang tetap mencari rejeki dengan berjualan sayur-mayur itu.
“Tubuhku gemetar mendapat kabar teman seperjuangan dan sahabat kembali kehadapan sang Pencipta. Kita dipertemukan di dalam KPCDI, lalu menjadi sahabat. Kita punya group “Mulut Lancip” (MULAN) disana kita sering curhat masalah tidak penting sampai keluhan yang kita rasakan. Kamu sering manggil aku hai Markonah udah mandi belum? Atau disaat aku minta tolong dibuatkan narasi, kamu pasti menyelipkan nama “Imma Yuliatun Siahaan” agar aku kembali merevisi dan membaca narasi tersebut. Kamu orangnya nggak pernah marah sekesal apapun,”
“Tanggal 7 Minggu malam kita masih ngobrol melalui sambungan call WA bersama Ci Meli. Kamu sempat ngomong kalau badan udah nggak enak, pasti ini banyak naik. Kita masih ketawa ngakak ngebahas hal “receh” . Pokoknya tidak ada tanda-tanda kalau kamu itu akan pergi ninggalin kami untuk selamanya,’
“Senin pagi, diberitakan kamu tidak sadarkan diri karena mengalami stroke dan pendarahan di otak. Pukul 22.07 WIB, kamu telah berpulang,”
“Sekarang tidak ada lagi yang bertanya ke aku; hai markonah udah mandi kau? Siapa lagi yang akan bantuin aku yang buat narasi mas? Selamat jalan sahabatku, tugasmu telah selesai di dunia ini, kamu orang baik Mas Tangkas. Surga terindah tempat peristirahatan terakhirmu,” tulis Aimma Siahan teman koleganya di Pengurus Pusat di dinding facebooknya.
Kepergiannya diratapi para pasien cuci darah dari Sabang sampai Merauke, karena sang penggerak ini dicintai teman-teman senasibnya. Dinding facebooknya penuh dengan ucapan duka
Selamat jalan teman seperjuangan. Kamu yang terbaik, kami sangat kehilangan akan sosok dirimu. Beristirahatlah dalam damai. Surga adalah tempatmu.***
*Penulis: Petrus Hariyanto, Sekretaris Jenderal Komunitas Pasien Cuci Darah Indonesia