Cara Menangani Anemia pada Pasien Ginjal Kronik
KPCDI – Bagi pasien ginjal kronik yang menjalani terapi hemodialisis (HD), anemia menjadi salah satu penyakit yang harus diperhatikan. Musababnya, anemia bisa menambah angka mortalitas bagi pasien dan tentunya akan membuat situasi menjadi lebih buruk.
Ahli ginjal dan hipertensi, Dr. dr. Aviatin SpPD-KGH, FINASIM, pasien ginjal kronik bisa terkena anemia apabila kadar hemoglobin kurang dari normal. Hemoglobin merupakan protein yang berperan langsung pada pembuatan sel darah merah dalam tubuh manusia.
“Sel darah merah itu dibentuk di sumsum tulang dan ini yang membuat sel dalam darah. Untuk membuatnya itu dia membutuhkan satu hormon yang disebut eritropoietin dimana hormon ini dibuatnya 99% oleh ginjal dan membutuhkan juga zat besi,” kata dr. Aviatin dalam webinar yang diselenggarakan oleh Komunitas Pasien Cuci Darah Indonesia (31/7).
Lebih lanjut, fungsi ginjal yang sudah rusak atau mati akan membuat hormon eritropoetin tidak terbentuk. Selain itu, sel darah juga tidak terbentuk karena masalah lain seperti kurangnya zat besi dan racun yang tidak terbuang melalui proses penyaringan ginjal. Hal ini biasa terjadi pada pasien PGK stadium lima.
Dampak yang ditimbulkan akibat anemia sangatlah tidak baik. Pasien anemia renal berusia 18-65 tahun dengan Hb<10g/dl mempunyai risiko lebih tinggi hingga 51% dibandingkan dengan pasien Hb 11-11,99 g/dL. Pasien anemia renal dengan Hb<10 g/dl mempunyai risiko hospitalisasi lebih tinggi hingga 19% dibandingkan dengan pasien dengan Hb 11-12 g/dl.
Oleh karenanya, bagi pasien anemia kadar HB harus stabil di angka 10,5 g/dl agar kerja-kerja organ lebih stabil. Baiknya lagi setiap bulan pasien harus mengalami kenaikan Hb 1 g/dl karena akan berdampak terhadap turunnya angka mortalitas sebesar 5% dan hospitality 4%.
Di sisi lain, dr. Aviatin menjelaskan bagi pasien PGK stadium 5 penyebab utama terkena anemia adalah kekurangan hormone eritropoietin. Jadi terapi terapi eritropoietin atau ESA (Erythropoietin stimulating agents) wajib dilakukan untuk pembentukan sel darah merah.
Terai ESA bisa dimulai bila Hb <10g/dl, tidak ada anemia defisiensi besi absolut, dan tidak ada infeksi berat. Kondisi yang perlu diperhatikan adalah tekanan darah tinggi dan hiperkoagulasi.
Setelahnya, harus dilakukan monitoring untuk mengetahui apakah Hb naik sampai 1,5 g/dl dalam satu bulan. Jika sudah naik, maka dosis EPO-nya akan disesuaikan untuk perawatan atau diturunkan. Hal itu perlu dilakukan karena Hb tidak boleh naik mencapai 2 g/dl.
“Kalau belum tercapai evaluasi misalnya besinya cukup, ada pendarahan nggak. Kalau belum tercapai naikan dosisnya 25% tiap satu bulan, kalau belum kita cari kenapa responnya nggak bagus. 11,5 g/dl panduan sekarang sudah cukup. Kalau sudah cukup turunkan dosisnya,” ujarnya.