Dinkes Kota Semarang Fokus Tangani Penyakit Pemicu Gagal Ginjal Kronik

KPCDI – Kepala Dinas Kesehatan Kota Semarang dr. Mochamad Abdul Hakam, Sp.PD menegaskan pihaknya saat ini memfokuskan untuk menangani kasus-kasus Penyakit Tidak Menular (PTM) yang angkanya terus meningkat setiap tahun di Kota Semarang. Beberapa penyakit PTM yang mendapatkan perhatian adalah kasus hipertensi, kencing manis, dan diabetes yang akan bermuara menjadi Penyakit Ginjal Kronik (PGK).

Menurut data Dinkes per tahun 2021 menunjukkan ada sekitar 328 ribu kasus penyakit tidak menular di mana sebanyak 993 kasus adalah pasien gagal ginjal. Sementara urutan tertinggi masih didominasi oleh penyakit kencing manis (diabetes) dan hipertensi. Melihat data tersebut, Hakam menilai Dinkes harus segera melakukan intervensi agar kasus tidak bertambah.

“Bayangkan Kota Semarang warganya ada 1,7 juta jiwa dalam satu tahun ada sekitar beberapa yang sakit pasti kalau orang sakit tidak bisa produktif karena tidak bisa bekerja maka kesejahteraan keluarga akan berpengaruh,” kata Hakam dalam acara Family Gathering bersama Komunitas Pasien Cuci Darah Indonesia (KPCDI) Cabang Semarang, Minggu (10/4).

Atas dasar itu Hakam menjelaskan beberapa langkah strategis sudah disiapkan untuk menangani permasalahan tersebut. Yakni dengan mengumpulkan data dari beberapa perusahaan ojek daring tentang kebiasaan masyarakat Kota Semarang dalam memesan makanan. Data tersebut akan memperlihatkan gaya hidup masyarakat dan akan dijadikan rujukan penanganan.

Data tersebut juga akan dijadikan mapping pola hidup masyarakat per daerah di Kota Semarang. Menurutnya dari pola makan yang tidak baik bisa berdampak pada penyakit seperti diabetes, darah tinggi yang berakibat pada gagal ginjal.

“Ini kalau didiemin akan jadi diabetes atau hipertensi dan ujungnya menjadi PGK akan naik dan ini kita perbaiki dari sisi lifestyle masyarakatnya,” tuturnya.

Di sisi lain, Hakam juga memberikan dukungan moril kepada para pasien PGK dalam hal kebijakan anggaran BPJS dan akses hemodialisis di kotanya.  Menurutnya saat ini sudah ada beberapa klinik yang menyediakan layanan hemodialisis atau cuci darah selain di rumah sakit besar. Klinik tersebut juga sudah dilengkapi dengan dokter spesialis dan konsultan ginjal hipertensi.

Ke depan, Hakam juga mengajak baik investor, rumah sakit maupun klinik untuk membuka layanan hemodialisis pada malam hari. Hal ini perlu dilakukan agar jadwal hemodialisis semakin fleksibel dan tidak mempengaruhi aktivitas masyarakat di pagi atau siang hari.

“Supaya kalau ada penderita baru tidak sulit dicarikan rumah sakit karena jadwalnya penuh dan semakin banyak pilihan. Ini akan kita perbaiki ke depan semoga pasien tidak kesulitan mencari lokasi dialisis,” pungkasnya. (ATR)

Leave a Reply