Willem Kolf dan Temuan Alat Cuci Darah yang Menyelamatkan Nyawa Banyak Orang

KPCDI- Pemandangan pemuda yang sekarat akibat gagal ginjal kronis di pusat kesehatan Universitas Groningen, Belanda begitu membekas di benak Willem Kolf. Di masa menjelang meletusnya Perang Dunia II itu, Kolf yang berstatus dokter residen, menyaksikan bagaimana pemuda berusia 22 tahun itu menderita lantaran karena kondisi kesehatannya. 

Perlahan ia mengalami kebutaan, muntah-muntah, hingga ia menemui ajalnya. Hal itu membuat Willem merenung. “Kalau saja aku bisa mengeluarkan urea yang dihasilkan tubuh pemuda itu, yakni 20 gram setiap harinya, pemuda itu bisa saja masih bisa hidup,” kata Willem saat diwawancarai lembaga Academy of Achievement.

Dokter lulusan Universitas Leiden itu pun mulai berpikir untuk menciptakan alat yang berfungsi seperti ginjal yang dapat digunakan untuk memisahkan darah dari zat-zat sisa yang dihasilkan tubuh . 

Perang dunia meletus dan Jerman menguasai Belanda. Willem yang antipati terhadap Nazi pergi dari Universitas Groningen, lantaran departemen tempat ia bekerja dikepalai orang titipan partai yang dipimpin Adolf Hitler itu. Ia memilih bermukim di kota kecil bernama Kampen.

Sambil bekerja di sebuah rumah sakit kecil di sana, Willem mulai menyisihkan uang guna mengembangkan alat dializer yang direncanakannya. Ia pun mendapat rongsokan dari pabrik di wilayah Kampen.

Pada 1943, Willem menciptakan prototipe dialiser. Alat itu berbentuk silinder yang dililitkan kulit pembungkus sosis yang terbuat dari selofan. Pada 1945, Kolf menguji alat ini kepada 16 orang dengan gagal ginjal kronis, hanya saja alat tersebut tidak berhasil membantu kehidupan para pasien. Pada pengujian awal, semua pasien yang dibantu alat yang diciptakan Kolf meninggal. 

Dalam buku “Replacement of Renal Function by Dialysis: A Textbook of Dialysis”, yang ditulis J.F Maer, alat ini menunjukkan keberhasilan setelah seorang perempuan berusia 67 tahun yang sudah tak sadar diri mendapat penanganan menggunakan alat buatan Kolf. Setelah 11 jam penanganan, perempuan itu siuman. Perempuan itu berhasil hidup beberapa tahun kemudian, dan meninggal bukan karena gagal ginjal.

Selepas Perang Dunia II, Kolf dan tim yang membantunya menciptakan alat ini mendonasikan alat untuk cuci darah ini ke sejumlah rumah sakit di Inggris, Polandia, dan Amerika Serikat agar rumah sakit di negara-negara lain mulai mengenali alat baru ini. 

Pada 1950, Kolf pun pindah dan bermukim di Amerika Serikat. Di AS, Kolf bekerja di Cleveland Clinic Foundation sebagai kepala departemen organ buatan. Di tempat ini, Kolf berkontribusi bagi temuan lain, yakni organ hati buatan. 

Setelah itu, Kolf pindah tugas ke Utah University. Ia pun turut berkontribusi membuat organ-organ buatan lainnya, seperti telinga dan mata. 

Ia meninggal pada 2009 silam di usia 98 tahun. Atas karya-karyanya tersebut, ia disebut sebagai “Bapak Organ Buatan”. (Jon)

Leave a Reply