Mengenal Terapi Transplantasi Ginjal Untuk Hidup Lebih Berkualitas

KPCDI – Divonis mengalami gagal ginjal jelas bukan kabar baik bagi manusia. Banyak dari masyarakat yang divonis mengalami gagal ginjal bahwa hidup mereka akan segera berakhir. Bagaimana tidak, di bawah kolong langit ini belum ada obat satupun yang bisa mengembalikan fungsi ginjal.
Atas dasar itu setidaknya ada tiga cara terapi untuk menahan laju kerusakan ginjal kian parah. Pertama adalah dialisis atau cuci darah, keuda peritoneal dialisis atau cuci perut, dan terakhir adalah transplantasi atau cangkok ginjal. Poin terakhir menjadi terapi yang dianggap paling menguntungkan dan bisa membuat kualitas hidup pasien menjadi lebih baik.
Wakil Ketua Tim Transplantasi Ginjal RSCM Jakarta, Dr. dr. Maruhum Bonar Hasiholan Marbun, SpPD, KGH, menjelaskan dari berbagai penelitian, terapi transplantasi ginjal bisa dilakukan oleh pasien ginjal kronik. Tentunya terapi ini lebih baik dibandingkan dengan melakukan cuci darah.
Menurut dr. Maruhum, angka harapan hidup pasien transplantasi setelah 10 tahun menjalani operasi pencangkokan adalah 78%. Sementara itu jika pasien memilih terapi cuci darah setelah 10 tahun angka harapan hidupnya hanya 39%. Angka ini jelas memiliki perbedaan yang sangat mencolok dan cukup menjelaskan bahwa terapi transplantasi sudah seharusnya menjadi pilihan utama.
Sayangnya di Indonesia pilihan terapi transplantasi ginjal masih sangat rendah dibandingkan angka terapi cuci darah. Menurut dr. Maruhum di Indonesia pasien gagal ginjal kronik yang memilih terapi transplantasi ginjal baru 15%.
“Transplantasi ginjal karena ada covid menurun drastis dari 2019-2020. Waktu tahun 2020 April sampai Mei kita di RSCM berhenti karena kondisi menakutkan ada covid-19 dan sangat tidak diinginkan oleh semua tim dan RS memutuskan untuk tidak dilaksanakan dulu,” kata dr. Maruhum dalam webinar yang digelar oleh Komunitas Pasien Cuci Darah Indonesia (KPCDI).
Di sisi lain kurang populernya transplantasi ginjal karena angka permintaan donor ginjal jauh lebih tinggi dibandingkan pendonornya. Di Indonesia sendiri proses mendapatkan donor masih dianjurkan dari orang yang masih hidup dengan alasan ketahanan hidupnya lebih baik dibandingkan mendapatkan donor dari orang yang sudah meninggal.
Adapun keuntungan dari donor hidup adalah bisa bertahan lebih lama dan transplantasi bisa dilakukan lebih cepat. Selain itu waktu transplantasi juga dapat disesuaikan, waktu rawat inap lebih singkat, kecocokan genetik lebih baik untuk mengurangi rejeksi.
Ia menjelaskan pengalaman dirinya di RSCM selama ini hampir 60% pendonor berasal dari saudara kandung, pasangan, orang tua, keluarga jauh, teman kerja, sahabat, anggota perkumpulan keagamaan, dan tetangga.
Ia pun mengingatkan dalam mencari pendonor tentu harus hati-hati. Persyaratannya adalah usia pendonor harus di atas 18 tahun, memiliki fungsi ginjal normal, memiliki informasi yang cukup mengenai transplantasi dan kompeten untuk memberikan persetujuan.
Sementara itu yang tidak boleh menjadi pendonor adalah berusia di bawah 18 tahun, diabetes, tekanan darah tinggi tidak terkontrol, gangguan autoimun, nyeri kronik, masalah jantung, masalah kesehatan lain, fibromyalgia atau gangguan tulang.
Proses Transplantasi
Setelah mendapatkan pendonor yang tepat langkah selanjutnya adalah melakukan operasi. Akan tetapi sebelum operasi harus dilakukan evaluasi selama 1-2 minggu untuk pemeriksaan medis dan non medis. Jika hasilnya baik maka operasi transplantasi akan dilakukan secara laparoskopi dan pasien akan dirawat selama 2-3 hari pasca operasi.
“Pemeriksaan medis donor dilakukan setelah lolos uji advokasi. Terdiri dari pemeriksaan kecocokan imunologi antara pendonor dan penerima, penilaian kesehatan umum dan risiko operasi, pemeriksaan penyakit yang dapat ditularkan, menilai anatomi dan fungsi ginjal,” ujarnya.
Sementara itu penyebab ketidakcocokan antara pendonor dan resipien sendiri yang biasa ditemukan adalah berbeda golongan darah, crossmatch positif, ketidaksesuaian ukuran ginjal, dan perbedaan usia yang jauh.
“Alternatif jika ginjal tidak cocok dengan calon resipien ialah Dengan adanya komunitas kita bisa bertukar donor antara donor 1 dengan lainnya,” tutupnya. (ATR)