Ada Cinta di Ruang Hemodialisa
KPCDI – Tahun 2017, di sebuah ruangan unit hemodialisa, pandangan Ahmad Andriyanto seketika tertuju pada seorang gadis. Jantungnya berdegup kencang entah mengapa. Dalam lamunnya, Andri–sapaannya–hanya berpikir siapakah wanita tersebut.
“Dia cantik,” kata Andri menangan momen tersebut. Sejenak mengumpulkan keyakinan Andri memberanikan diri menghampiri wanita tersebut. Belakangan diketahui namanya adalah Nur Holifah. Nama tersebut bagi Andri semakin menyempurnakan paras wanita yang ia kagumi tersebut.
Momen itu menumbuhkan gairah hidup Andri, yang sebelumnya sempat mengalami tekanan lantaran didiagnosis mengalami gagal ginjal di tahun yang sama. Pikiran bahwa hidupnya akan segera berakhir gara-gara gagal ginjal selalu menggelayut di kepala. Ditambah lagi ia juga sempat ditinggal menikah oleh pasangan sebelumnya. Lengkap sudah penderitaannya.
Selasa pun menjadi hari yang spesial bagi Andri dan Nur, pasalnya di hari itu lah mereka berdua sama-sama menjalani cuci darah. Oh ya, ternyata Nur juga merupakan seorang pasien gagal ginjal kronis yang harus menjalani terapi cuci darah atau hemodialisis. Hal ini menggambarkan bagaimana di balik kepedihan ternyata masih ada sedikit keceriaan.
Di samping itu, Andri mulai mencoba mengajak Nur bertemu, entah untuk sekadar makan atau menghadiri acara-acara Komunitas Pasien Cuci Darah Indonesia (KPCDI).
“Saya kan orangnya sok kenal. Awalnya masih ngobrol-ngobrol, akhirnya ngajak jalan, sering jalan, sering kopdar (kopi darat) juga di KPCDI Jakarta,” kata pria yang kini bekerja sebagai bendahara KPCDI Jakarta itu.
Setelah serangkaian pertemuan, Andri menyatakan perasaannya pada 2018. Gayung bersambut, Nur juga memendam rasa kepada Andri. Andri senang bukan kepalang. Kini ia memiliki pasangan yang telah membuat semangat baru dalam hidupnya. Hari itu, klinik hemodialisis yang biasa mencekam berubah menjadi taman bunga ceria.
Kehadiran Nur membuat Andri merasakan adanya perubahan. Letih atau sakit akibat penyakit yang dideritanya terobati dengan kehadiran Nur. “Sering ketemu, sering jalan. Jadi ada semangat tambahan lagi,” kata Andri.
Baik Nur dan Andri sama-sama menginginkan hubungan yang serius sampai akhirnya pada 2020 lalu, mereka menikah. Namun, kebahagiaan pernikahan yang baru datang dihantam pandemi. Layaknya pasien gagal ginjal kebanyakan, Andri dan Nur juga mengalami masa-masa berat.
Kesulitan dalam pengobatan karena rumah sakit berkonsentrasi untuk penanganan kasus covid-19 membuat mereka kesulitan dalam melakukan proses terapi cuci darah. Tidak hanya sampai disitu cobaan kian menerpa ketika kondisi ekonomi terpuruk lantaran mereka diberhentikan dari perusahaan yang mempekerjakan mereka. Kesamaan nasib tersebut justru membuat pasangan ini kian kuat dan tangguh. Bagi mereka segala cobaan akan dihadapi bersama. Jika perlu ombak dan badai yang harus mereka hadapi maka mereka tidak akan berputar arah dan mengalah.
“Mungkin kalau orang lain ditinggal sama pasangannya, istilahnya saya. Teman-teman saya rata-rata ditinggal (pasangannya). Tapi kami sama-sama menguatkan,” kata Andri sumringah.
Nur juga melihat kehadiran Andri menjadi pembangkit kelesuan yang dialaminya. “Dari situ saya seperti lebih bersyukur,” kata Nur. Bagi Nur, kondisi sebagai sesama pengidap gagal ginjal justru membuat mereka berdua dapat saling menguatkan.
Bagaimana tidak sebagai sesama pasien cuci darah tentu mereka sama-sama merasakan kesakitan yang sama. Dua kali dalam seminggu untuk melakukan proses cuci darah pun mereka alami bersama. Jika ada satu yang kondisinya memburuk maka salah satu dari mereka akan senantiasa merawat meskipun kondisi tubuh sedang tidak baik-baik saja setelah hemodialisis.
“Kalau saya sakit, dia sakit, atau saya sakit, sama-sama mengerti,” kata Nur.
Kini Andri dan Nur sama-sama membangun masa depan bersama. Kini keduanya pun pelan-pelan mencari rezeki, seperti berjualan emping dari pasar ke pasar di sekitar Jakarta Barat. Mereka juga mendamba kehadiran buah hati. Andri pun hanya berikhtiar dan berserah dalam doa.
“Amin,” kata Andri. (Jon)