Hal Yang Harus Diperhatikan Sebelum Memilih Terapi CAPD

KPCDI – Berbagai penelitian dan ahli menjelaskan bahwa bagi pasien penyakit ginjal kronik, pilihan terapi terbaik yang seharusnya dilakukan adalah Continuous Ambulatory Peritoneal Dialysis (CAPD). CAPD merupakan terapi mandiri yang bisa dilakukan oleh pasien dimanapun pasien berada dan dipercaya bisa menjaga sisa fungsi ginjal lebih baik dari terapi cuci darah atau Hemodialisis (HD).
Konsultan Ginjal dan Hipertensi dr. Ardaya, Sp.Pd-KGH menjelaskan untuk melakukan terapi CAPD, pasien harus lebih dulu mendapatkan informasi yang lengkap tentang kelebihan dan kekurangan CAPD. Misalnya, pasien harus tahu tujuan, teknis, dan bagaimana manajemen yang harus dilakukan pada saat menjalani terapi karena semuanya akan dilakukan mandiri tanpa harus ke rumah sakit.
Menurut dr. Ardaya persiapan yang harus dilakukan pasien pertama ialah harus melakukan operasi menempatkan kateter atau selang ke dalam rongga peritoneal sebagai jalan utama proses CAPD. Meskipun bukan operasi besar, menurutnya seluruh prosedur operasi harus dilakukan seperti menyiapkan dokter ahli dan tim edukasi sebagai pendamping.
“Jadi mumpung pasien masih di ruangan–masih ada dokter dan perawat carilah pengalaman agar pas sudah di rumah sudah mandiri betul,” kata dr. Ardaya dalam webinar bertajuk ‘Cuci Darah Mandiri di Rumah: Apakah Pilihan Terbaik?’ yang diselenggarakan oleh Komunitas Pasien Cuci Darah Indonesia (KPCDI) bekerjasama dengan Baxter.
Ardaya mencontohkan salah satu prosedur CAPD yang benar dan memiliki kualitas yang baik adalah pasien harus menargetkan cairan yang keluar harus lebih banyak dari cairan yang dimasukan. Adapun dalam satu kantong cairan dialisat tersebut biasanya berisikan air sebanyak 2 liter. Sehingga jumlah cairan yang keluar harus lebih banyak.
Cairan yang keluar tersebut harus lebih banyak karena bertujuan untuk melunturkan dan membuang toksin atau racun yang berada di dalam tubuh. Jika jumlah cairan yang keluar tidak banyak dikhawatirkan pasien akan mengalami keadaan overload sehingga cairan dialisat akan banyak tertinggal di dalam tubuh.
“Kalau tertinggal mengakibatkan cairan tertumpuk dalam tubuh akhirnya bisa berakibat fatal. Jika jantung tidak lagi bisa menangani kelebihan cairan pasien bisa sesak napas, paru-parunya rusak dan gagal ginjal,” ujarnya.
Terakhir, satu hal yang harus diperhatikan cairan yang harus keluar antara 1.000 hingga 1.500 cc dalam 24 jam sesuai jumlah urin pada manusia normal. “Kalau kurang berarti ada masalah. Masalahnya bisa dari kateter-nya atau masalah dari cairan yang akhirnya menghambat kondisi kateter jadinya tidak lancar.” (ATR)