CAPD, Pilihan Terapi Terbaik Bagi Pasien Ginjal Kronik

KPCDI Pasien ginjal kronik memiliki keharusan untuk melakukan terapi sebagai upaya mengganti fungsi ginjal yang sudah rusak. Adapun beberapa terapi yang bisa menjadi pilihan adalah Hemodialisis (HD), Continuous Ambulatory Peritoneal Dialysis (CAPD), dan transplantasi ginjal.

Jika dirunut terapi yang paling baik adalah melakukan transplantasi ginjal dimana dengan melakukan hal tersebut kualitas hidup pasien hampir bisa kembali normal. Sayangnya, transplantasi ini sulit dilakukan di Indonesia karena sejauh ini Indonesia masih belum memiliki lembaga donor organ. Saat ini, pasien harus mencari donor dari anggota keluarga untuk menghindari proses jual beli organ.

Akan tetapi ada terapi yang bisa dilakukan dan juga memberikan kualitas hidup lebih baik bagi pasien. Adalah terapi CAPD yang diyakini oleh para dokter dan peneliti bisa menjaga sisa fungsi ginjal jauh lebih baik dibandingkan dengan terapi Hemodialisis atau cuci darah.

CAPD sendiri adalah proses membuang zat sisa dan kelebihan cairan menggunakan membrane peritoneal sebagai saringan dialisis. Dialisis dengan CAPD berlangsung di dalam tubuh secara terus menerus selama 24 jam selama 7 hari seminggu. Proses ini juga sering disebut sebagai terapi cuci perut.

Konsultan Ginjal dan Hipertensi dr. Ardaya, Sp.PD-KGH menjelaskan proses terapi CAPD dilakukan dengan memasukkan cairan ke dalam rongga peritoneum di perut dan didiamkan beberapa waktu supaya terjadi dialisis lalu dikeluarkan kembali.

“Pertukaran cairan dilakukan 3-4 kali per hari, setiap pertukaran membutuhkan waktu selama 20 menit,” kata dr. Ardaya dalam webinar bertajuk ‘Cuci Darah Mandiri di Rumah: Apakah Pilihan Terbaik?’ yang diselenggarakan oleh Komunitas Pasien Cuci Darah Indonesia (KPCDI) bekerjasama dengan Baxter.

Ardaya menjelaskan beberapa keuntungan pasien ginjal kronik yang memilih terapi CAPD adalah terapi ini bisa disesuaikan dengan gaya hidup, dapat dilakukan dimana saja dan fleksibel sehingga mudah dilakukan ketika sedang bepergian. Selain itu terapi ini lebih menyerupai fungsi ginjal dan bisa mempertahankan fungsi ginjal lebih lama.

Terpenting terapi CAPD memungkinkan seorang pasien untuk tidak sering bepergian ke unit dialisis, tidak membutuhkan jarum, diet yang lebih longgar dan pasien akan jauh lebih mandiri.

Menurut dr. Ardaya, CAPD memberikan kelangsungan hidup yang lebih baik pada periode awal pasien terkena penyakit ginjal kronik. Bahkan hasil post-transplant termasuk survival sama baik atau bahkan lebih baik pada pasien yang sebelumnya menjalankan terapi CAPD dibandingkan HD.

Selain itu pasien CAPD juga menjalani hidup lebih nyaman karena pasien memiliki kontrol gejala dan kualitas tidur yang lebih baik dibandingkan dengan pasien HD. Pasien CAPD lebih puas dengan gaya hidupnya dibandingkan dengan pasien HD. Serta CAPD memberikan kenyamanan yang lebih baik karena dapat dilakukan di rumah. 

Akan tetapi dibalik keuntungan yang cukup menggiurkan terapi CAPD juga membutuhkan pertimbangan yang harus dipikirkan oleh pasien. Karena pertukaran cairan harus dilakukan setiap hari, dimana ruangan pada saat melakukan CAPD harus steril, memerlukan pemasangan kateter di awal, dan memiliki risiko infeksi.

“Pinggang mungkin terlihat sedikit membesar karena rongga perut terisi cairan, butuh tempat untuk menyimpan peralatan dan suplai cairan dan ada beberapa restriksi cairan dan diet,” ujarnya.

Kini di tengah situasi pandemi covid-19 di Indonesia yang belum juga mereda, pilihan terapi CAPD bagi pasien ginjal kronik adalah keputusan yang tepat dan bijak. Karena pasien CAPD tidak perlu ke rumah sakit dan bisa meminimalisir dampak risiko penularan virus. Hal ini tentu harus menjadi bahan pertimbangagn karena pasien ginjal kronik merupakan populasi yang paling rentan memiliki dampak buruk jika terkena paparan virus covid-19.

Akan tetapi, dr. Ardaya menjelaskan dalam memilih jenis terapi pengganti ginjal, ia menjelaskan semua keputusan berada di pilihan pasien masing-masing. Baginya dokter akan memberikan pertimbangan baik dan buruknya jenis terapi dan sesuai dengan kondisi kesehatan pasien itu sendiri. Yang penting dalam mengambil keputusan dibutuhkan pertimbangan yang mendalam. (ATR)

Leave a Reply