Perawatan dan Deteksi Dini Komplikasi Akses Cimino

KPCDI – Pasien ginjal kronik yang menggunakan terapi hemodialisis (HD) atau cuci darah wajib hukumnya untuk menjaga dan mempertahankan akses vaskularnya sebaik mungkin. Hal itu dibutuhkan agar tindakan cuci darah berjalan dengan baik dan berkualitas.
Perawat Mahir Hemodialisis, Ns. Evita N. Saragih menjelaskan data Indonesian Renal Registry (IRR) sebanyak 1.526.022 Arteriovenous Fistula (AV-Fistula) telah terpasang di tubuh pasien. Angka tersebut semakin bertambah mengingat semakin banyak orang terkena penyakit ginjal kronik.
Menurut Evita, akses vaskular yang ideal adalah akses yang handal, bebas komplikasi, dipakai pada saat dialisis yang sudah ditentukan, dan sesuai dengan kebutuhan pasien tertentu. Atas dasar itulah dibutuhkan kolaborasi dari dokter, perawat, hingga pasien untuk menjaga akses tersebut tetap terjaga penggunaannya.
Sayangnya saat ini sebelum dibuatnya akses AV-Fistula biasanya pasien akan terlebih dahulu dibuatkan akses Catheter Double Lumen (CDL). CDL adalah sebuah selang steril yang dimasukkan ke dalam vena sentral besar pada sekitar leher pasien. CDL sendiri biasanya terpaksa dibuat pertama karena kondisi pasien saat pertama kali datang sudah dalam kondisi buruk dan harus segera menjalani cuci darah.
Lalu bagaimana perawatan CDL yang ideal? Evita menjelaskan bahwa pasien harus mengetahui bahwa akses CDL hanya boleh digunakan untuk kepentingan cuci darah. Sehingga akses ini tidak diperbolehkan untuk kepentingan memasukan obat dan mengambil darah.
CDL sendiri harus selalu dijaga karena memiliki dampak resiko infeksi yang lebih tinggi. Di dalam CDL sendiri juga terkenal dengan nama Central Venous Catheter (CVC) dan harus dijaga dengan baik. Perawat harus menjaga CDL dengan teknik aseptik non sentuh dari bagian kunci CVC dan exite site misalnya lumens atau kateter konektor.
Perawat juga harus melakukan persiapan lingkungan selama perawatan dialisis misalnya dengan desinfeksi kasur dialisis, mesin dialisis, dan troli. Juga harus melakukan penilaian fisik pasien misalnya adalah suhu tubuh, jangan menggunakan alat tajam seperti gunting untuk membalut CVC.
Selain itu demi menjaga tingkat steril ruangan, perawat juga harus menggunakan APD sebagai alat perlindungan diri agar tidak memberikan ruang bagi kuman untuk masuk ke dalam saluran CVC. Disisi lain pasien pun juga harus menjaga kebersihan agar tidak terserang penyakit.
“Pahami balutan kateter sesuai jenis, frekuensi penggantian, dan disinfektan. Mengenali, mendokumentasikan dan melaporkan masalah atau komplikasi terkait kateter,” kata Evita dalam webinar yang diselenggarakan Komunitas Pasien Cuci Darah Indonesia (KPCDI) dan di dukung oleh Boston Scientific , Minggu (19/9).
Pasien juga harus menjaga balutan agar tetap bersih dan kering serta tidak dianjurkan untuk mengganti balutan di rumah. Selain itu pasien juga wajib memeriksa klem apakah tertutup setelah proses ganti pakaian. Jangan menggaruk di dekat atau di sekitar kateter. Jangan memakai pakaian yang bisa menekan dan menarik CVC. Hindari batuk atau bersin ke arah CVC dan laporkan tanda-tanda komplikasi seperti pembengkakan pada lengan, leher atau tangan kepada perawat.
Untuk pasien, Evita berpesan bahwa mereka juga harus mengenali tanda dan gejala infeksi pada CVC seperti muncul kemerahan dan keluarnya cairan berbau tidak sedap di lokasi kateter dipasang. Selain itu tanda-tandanya juga meningkatnya sel darah putih, suhu badan di atas 38 derajat dan hasil kultur darah positif. Infeksi tunnel atau selang yang ditandai bernanah keluar dari exit site, panas dan nyeri tekan di sepanjang tunnel.
“Dapat terjadi karena perpindahan kuman atau jamur dari kulit pasien melalui daerah tusukan dan kontaminasi melalui lumen serta tutupnya pada saat flushing (pre post HD dan koneksi HD),” ujarnya.
Sementara itu untuk manajemen perawatan AV-Fistula atau cimino, menurut Evita ada beberapa tahap yaitu pre operatif atau edukasi dan pemeriksaan fisik, post operation pemeriksaan fisik dan perawatan dimana harus diketahui oleh perawat dan pasien contohnya pasien habis di operasi harus dimonitor apakah ada pendarahan dan terjadi pembengkakan, dan preventif yaitu Pre HD, Intra HD, dan Post HD.
Perawatan post operation AV-Fistula bisa dengan meremas bola agar proses mature cimino berjalan dengan baik. Bisa juga dengan jepitan baju dengan cara menjepit berkali-kali dengan tangan yang dipasang akses cimino selama 5 menit dan berulang selama enam kali.
Atau bisa juga dengan menekan jari secara bergantian berulang selama 5 menit berulang 6 kali sehari. “Ini efektif untuk cimino bagian bawah.” Sementara untuk akses cimino yang dipasang pada bagian atas tangan maka bisa berlatih dengan mengangkat beban maksimal tiga kilogram selama 10 menit sebanyak enam kali dalam satu hari.
Untuk perawatan jangka panjang agar cimino pasien tidak terjadi komplikasi dan bertahan lama pada saat kanulasi dimana perawat melakukan penusukan harus dibersihkan bagian ciminonya dan pasien harus cuci tangan. Teknik terbaik dalam penusukan jarum pada saat cuci darah adalah dengan teknik rope ladder dimana lokasi penusukannya berpindah-pindah untuk menghindari pembengkakan pembuluh darah.
Sayangnya kebanyakan pasien selalu minta ditusuk pada bagian yang sama untuk menghindari sakit. Padahal jika hal ini terjadi dan terlampau sering maka bisa berdampak buruk yaitu terjadi penyempitan pembuluh darah dan rusak.
“Pada saat treatment posisi tangan pasien plesternya harus benar agar jarumnya tidak lepas. Diusahakan jangan di area siku agar aktifitas pasien tidak terganggu. Pada saat pelepasan jarum juga diperhatikan misalnya jarum jangan tertinggal di dalam,” imbuhnya.
Disisi lain pasien juga harus menjaga akses cimino-nya dengan cara melakukan Arm Elevation Test (AET). AET dilakukan untuk mengetahui apakah ada sumbatan atau penyempitan pada aliran pembuluh darah yang terpasang cimino.
Pengecekannya sendiri cukup sederhana. Pasien hanya perlu mengangkat tangan yang telah di pasang akses cimino lebih tinggi dari jantung. Sebagaimana diketahui, pasien yang dipasang cimino pasti akan memiliki sedikit benjolan di area inflow dan outflow. Jika pada saat menaikan tangan benjolan tersebut kempes maka ciminonya dalam keadaan baik dan tidak ada penyumbatan.
“Kalau kempes menandakan aliran darah menuju jantung tidak ada sumbatan dan ketika tangan kembali diturunkan maka akan kembali menggembung itu normal,” ujarnya.
Sementara itu jika pada saat tangan diangkat tetap ada benjolan, Evita menjelaskan hal itu terindikasi ada penyempitan atau penyumbatan di aliran darah yang masuk ke jantung. Selain itu juga ada tiga cara yang bisa dilakukan untuk melakukan deteksi kesehatan akses cimino yaitu dengan cara menekan, meraba, dan mendengar.
Cara pertama dengan menekan satu jari telunjuk di pembuluh darah 3 cm dari lokasi bekas operasi. Jika dalam keadaan normal maka denyutnya akan terasa lembut dan teratur. Jika denyut terlampau kencang atau lemah maka hal itu terindikasi ada penyempitan.
Langkah kedua adalah melalui getaran. Caranya dengan meletakan tangan di atas pembuluh darah dimana jika cimino dalam keadaan baik akan menimbulkan getaran yang teratur. Sementara jika terlampau kencang atau lemah bahkan tidak ada itu juga mengindikasikan adanya penyumbatan.
“Kondisi normal dimana getaran ada di seluruh pembuluh darah dengan merata,” jelasnya.
Terakhir ialah mendengarkan dengan bantuan stetoskop. Kondisi normalnya ialah denyut dan getaran terasa stabil dan lembut. Sama halnya dengan dua cara di atas jika terdengar sangat kencang atau tidak ada, bisa disimpulkan ada yang tidak beres dengan akses cimino-nya dan perlu intervensi lebih lanjut dari tenaga perawat atau dokter yang bertanggung jawab. (ATR)