Waspadai Anemia pada Pasien Ginjal Kronik
KPCDI – Anemia adalah suatu kondisi di mana tubuh kekurangan sel darah merah. Hal ini karena kadar hemoglobin (HB) yang berfungsi mengantarkan oksigen ke seluruh tubuh kurang dari kadar normal. Akibatnya, pembentukan sel darah merah pun terganggu.
Seseorang dengan kondisi anemia bisa merasakan sejumlah gejala, seperti lemas, lesu, sakit kepala, pusing, susah berkonsentrasi, sesak nafas hingga sakit di dada.
Anemia bisa disebabkan oleh berbagai hal, mulai dari adanya masalah kekebalan tubuh, riwayat penyakit kronis, hingga masalah kesehatan sumsum tulang tempat pembentukan sel darah merah. Namun di atas semua itu, anemia berkaitan langsung dengan kondisi kesehatan ginjal. Pasalnya, organ ini berperan dalam memproduksi hormon pembentuk HB, yaitu eritropoetin (EPO). Jika produksi hormon tersebut kurang, maka kadar HB pun menurun.
Dokter Tunggul D. Situmorang dari Ahli Penyakit Dalam, Sub Spesialis Ginjal dan Hipertensi mengatakan, kondisi anemia terjadi hampir pada semua orang yang menderita penyakit ginjal pada tahap akhir atau kronis. Karena itulah, penanganan anemia menjadi salah satu penanganan penting pada penderita gagal ginjal.
“Pada ginjal yang sudah rusak, produksi eritropoietin menurun, maka pembentukan sel darah merah juga menurun. Karena itu, salah-satu kondisi klinis dari gagal ginjal kronis itu adalah anemia,” ungkap dr. Tunggul dalam sesi webinar bertajuk ‘Anemia pada Pasien Gagal Ginjal, Berbahayakah?’ yang digelar Komunitas Pasien Cuci Darah Indonesia (KPCDI) dan di dukung oleh Combiphar.
Ia menjelaskan, pada penderita penyakit ginjal kronik, anemia hampir bisa dipastikan selalu timbul seiring memburuknya fungsi ginjal.
Secara umum, anemia bisa menyebabkan terjadinya berbagai masalah kesehatan serius, mulai dari hilangnya kesadaran, gangguan jantung, bahkan kematian. Namun, pada pasien gagal ginjal, dampak adanya kondisi anemia menjadi lebih serius karena orang dengan kondisi gagal ginjal sejatinya rentan dengan hal apapun.
Koordinator Perhimpunan Nefrologi Indonesia (PERNEFRI) untuk wilayah DKI Jakarta ini menjelaskan, efek anemia pada penderita penyakit ginjal, yaitu mempercepat terjadinya kerusakan pada ginjal. Kondisi anemia pada pasien gagal ginjal, jika tidak ditangani secara baik, juga bisa memperburuk kondisi jantung, bahkan bisa memicu gagal jantung.
Lebih lanjut, anemia pada pasien gagal ginjal akan mengganggu fungsi kognitif, menurunkan kualitas bahkan angka harapan hidup. Di samping itu, anemia yang tak terkendali akan membuat pasien gagal ginjal semakin tergantung dengan prosedur transfusi darah untuk menaikkan sel darah merah.
Prosedur transfusi darah memiliki sejumlah risiko, seperti infeksi pembuluh darah, kejadian iskemik, serangan jantung, masalah paru-paru hingga kematian. Karena itulah, transfusi menjadi opsi terakhir untuk menaikkan HB dalam penanganan anemia.
Karena itulah, kondisi anemia pada pasien gagal ginjal harus segera ditangani, agar tidak menimbulkan masalah yang lebih serius.
“Anemia yang tidak berhasil diobati akan bisa berakibat buruk, khususnya dalam hal kualitas hidup. Anemia bisa dicegah dan diobati,” tutur Tunggul.
Pengobatan anemia bisa dilakukan oleh dokter dengan melihat sumber defisiensi penyebab berkurangnya sel darah merah dalam tubuh. Penyebab anemia pada penyakit ginjal kronik umumnya akibat kurangnya EPO dan zat besi. Sehingga pengobatannya yaitu dengan pemberian EPO dan zat besi sampai kadar HB kembali normal. Adapun target HB normal yaitu pada angka 10-12 g/dL.
Penatalaksanaan terapi EPO biasanya dilakukan secara bertahap dalam kurun waktu empat minggu, hingga mencapai target HB. Cairan EPO diinjeksi ke dalam tubuh pasien lewat infus atau suntikan.
Namun, injeksi EPO mensyaratkan kondisi tercukupinya kadar zat besi dalam tubuh. Karena itu, terapi EPO umumnya didahului oleh pemenuhan kadar zat besi dalam tubuh, lewat oral maupun parenteral. Kadar zat besi bisa terbaca melalui pemeriksaan ferritin atau protein pengikat zat besi di dalam tubuh.
Ukuran kadar zat besi normal berbeda-beda pada setiap kalangan usia. Range angka ferritin normal pada pria yaitu 18-270 microgram per liter (mcg/L), 18-160 mcg/L pada wanita, 7-140 mcg/L pada anak-anak, 50-200 mcg/L pada bayi usia 1-5 bulan, dan 25-200 mcg/L pada bayi baru lahir. (Ads)