Serunya “Pesta” Para Pasien Cuci Darah
Usia belia sering disebut dunia penuh buku, pesta dan cinta. Tetapi tidak dengan gadis belia ini, di usia 19 tahun, saat baru lulus SMA, sudah divonis gagal ginjal dan harus cuci darah.
“Justru ibuku yang saat itu shock, sampai tidak mau makan selama dua minggu. Aku sendiri tidak paham apa itu cuci darah,” ujar Fika Anisa kepadaku, yang saat ini sudah berumur 21 Tahun.
Di hari Minggu (10/02/09) seperti sekarang ini, seharusnya Fika pergi berpesta dengan sobat-sobat seusianya. Ia memilih menghadiri Kopi Darat (Kopdar) yang diadakan KPCDI (Komunitas Pasien Cuci Darah Indonesia) Cabang DKI Jakarta, dimana pesertanya berusia rata-rata di atasnya. Dari rumahnya di Cisalak Depok, ditemani ibunya ia rela pergi ke kawasan Cempaka Putih. Kali ini KPCDI DKI menggelar Kopdar di At Soerabi Bandung Enhaii.
“Aku ingin bertemu dengan pasien lain. Aku ingin menimba ilmu dari mereka. Kedepannya, aku mau berganti terapi dari hemodialisa dengan terapi CAPD (Continuous Ambulatory Peritoneal Dialysis),” ujarnya.
Fika Anisa tidak sendirian, mungkin banyak pasien lainnya punya motif yang sama datang ke Kopdar. Hari ini, ruang resto itu terasa sempit, lebih dari 60 pasien cuci darah dan beberapa pendamping tumplek blek untuk bertemu dan berdiskusi.
Dalam sambutannya, Ketua KPCDI, Tony Samosir memberi semangat dan motivasi kepada anggota yang hadir untuk jangan terus menerus menyendiri, tertutup dan meratapi penyakitnya.
“Pasien harus tetap aktif, tetap sibuk agar pikirannya positif. Dengan berkomunitas, kita tidak merasa sendiri, bisa sharing antar sesama pasien. Dengan berkomunitas, kepercayaan diri pasien akan mudah dibangun kembali,” ujarnya dengan lantang.
Dan hari ini, sesungguhnya merupakan pestanya para pasien gagal ginjal. Memang tidak ada asap rokok dan minuman keras ala pesta di negeri barat. Atau pesta makan durian dan menu masakan yang mewah.
Kami sudah bisa tertawa lepas bila berjumpa dengan sahabat senasib, apalagi ditemani es teh. Semakin mewah bila panitia menyediakan bertermos-termos es batu, siap dituangkan ke gelas kami yang sudah mulai berkurang dinginnya.
Yang beruntung pulang membawa doorprize. Ada yang dapat hemapo, dan obat-obat-an yang dibutuhkan pasien cuci darah.
Ketika saatnya pulang, wajah mereka tetap tersenyum. Kopdar kali ini membawa kesan mendalam. Jumlah mereka semakin banyak. Dan mereka semakin percaya bahwa komunitas bisa diandalkan menjadi wadah untuk memperbaiki kualitas hidup mereka.
Penulis: Peter Hari (Sekjen KPCDI) Editor: Roby Kusuma