Mari Berdonasi Bantu Biaya Pengobatan Cuci Darah Bayi Rafif

Berbagai tanggapan muncul dari publik tentang kisah Rafif, bayi berumur dua tahun lebih yang sudah harus cuci darah. Tulisan yang berjudul (Ya Tuhan….Bayi Itu Sudah Harus Cuci Darah) sudah di share ke facebook hampir seribu kali.

Ada yang memberi tanggapan sedih dan menangis, tapi banyak juga yang menyatakan salut kepada ketegaran kedua orangtua mereka.

Hari ini, Minggu (16/12/2018) Pengurus Pusat KPCDI, yakni Tony Samosir, Peter Hari, Meli Susanti berkesempatan berkunjung untuk melawat Rafif dan kedua orang-tua-nya.

FOTO: KPCDI melakukan lawatan ke rumah Orang Tua Rafif

Rumahnya berada di Serpong Utara, Tangerang Selatan. “Saya sudah tinggal di sini sejak pertama kali Rafif berobat ke RSCM,” ujar Bunda Rafif kepada kita bertiga.

Sebuah rumah kontrakan petak yang cukup sederhana. Terdapat tiga ruang tanpa kamar. Kami sempat kesulitan mencarinya karena jalan menuju rumah tersebut sangat sempit dan tidak bisa dilalui oleh mobil.

Ketika sampai di sana, Rafif sedang melakukan proses pemasukan cairan susu ke tubuhnya melalui selang yang tertempel dihidungnya. Dari hidung, selang itu langsung masuk ke saluran pencernaan dia. Terlihat botol berisi susu kecil memanjang dan tergantung diatas tiang. Seperti meletakan infus, lalu disambung ke selang yang selalu menempel di hidung Rafif. Masuk ke tubuh Rafif lewat daya gravitasi bumi.

FOTO: Rafif sedang minum susu melalui selang di hidung

“Susu Rafif ini harganya Rp 235 ribu se-kaleng, isi 850 gram. Hanya cukup untuk seminggu,” ujar Ayah Rafif.

Kata ayahnya, sejak umur 50 hari Rafif menderita kelainan saraf sehingga tidak bisa menelan makanan dan minuman.

Rasanya mau menangis setelah mengetahui bahwa keseharian Rafif menderita kehausan. Seperti saya sendiri dan pasien lainnya, masih bisa menikmati es teh. Walau dibatasi minum, tapi masih bisa menikmati lezatnya es teh atau minuman lainnya.

“Dia sering menangis kalau haus. Bibirnya kering. Sebelumnya kami nggak tahu kalau itu tangisan kehausan. Sekarang kami hanya bisa membasahi bibir dan mengolesi mulut Rafi dengan air agar berkurang rasa hausnya. Kalau diberi air di mulutnya, Rafif tidak mampu menelannya, malah bisa masuk ke paru-paru,”ujar bunda.

FOTO: Ibu Rafif saat memberikan air minum lewat tetesan spuit

Udara di ruangan itu begitu panas. Hanya ada kipas angin, dan kalau dinyalakan pada angka kecil pada malam hari dan tidak mengarah langsung ke tubuh Rafif.

“Kalau siang hari panas, Rafif baru bisa tidur nyenyak bila memakai kaos tak berlengan. Dia susah tidur. Setiap hari hanya mampu tidur cuma 4 (empat) jam,” ujar sang ayah dengan menghela nafas panjang.

Padahal bayi seusianya harus mendapatkan tidur 11 sampai 14 jam tidur setiap hari.

Dari cerita mereka, kedua ortu ini harus siaga 24 jam merawat Rafif. Itu kenapa ayahnya tidak bekerja tetap, karena setiap saat dia harus siap siaga mengurus dan mengantar Rafif.

“Sesekali saya memenuhi panggilan memperbaiki listrik, kalau tidak sedang sibuk menjaga Rafif. Itung-itung untuk tambahan kebutuhan dirumah,” ungkapnya.

“Untungnya, kakaknya Rafif sudah di sini. Sepanjang hari dia menemani Rafif. Kalau ada dia, Rafif bisa bermain dengan kakaknya dan tidak nangis,” ujar Bunda sambil menepuk pantat Rafif agar tertidur.

Sempat kami bertiga menyaksikan Rafif begitu bahagia dan tertawa lepas ketika  bermain dengan kakak perempuannya. Sang kakak belum bersekolah, walau sudah umur 5 (lima) tahun.

“Kami kurang perhatian ke dia (kakak Rafif) karena kami fokus ke kondisi Rafif. Dia hanya ikut les dan mengaji,” ujar ayahnya dengan wajah sedih dan menyesal.

Ketika kami bertanya kalau ke RSCM naik apa? Sang ayah dengan wajah memelas menjawab mereka bertiga naik motor. “Pukul 5 (lima) pagi kami sudah meluncur dengan motor. Sampai RSCM sudah pukul enam pagi. Mau naik taksi tambah tak mampu karena pulang pergi ongkosnya mencapai Rp 300 ribu,” ujarnya lagi.

FOTO: Kedua Orang Tua Rafif

Membayangkan bayi seringkih itu naik motor menembus dinginnya pagi hari membuat hati kami bertambah sedih. Kami bertiga meminta agar mereka tetap semangat merawat Rafif.

Sebelum pulang kita menyerahkan sumbangan yang terkumpul dari Pengurus KPCDI. “Kami belum ijin kepada Bapak dan Ibu, jadi belum berani menggalang dana. Ijinkanlah kami menjadi sarana pembuka bagi dermawan untuk beramal kepada keluarga ini,” ujar Tony mengakhiri jumpa sore itu dikediaman Rafif.

FOTO: Ketum KPCDI, Tony [kiri], Sekjen. Peter Hari [tengah] dan kedua orang tua Rafif
Lantas kami bertiga pamit. Dalam mobil, lama kami bertiga saling terdiam. Mungkin yang lain seperti diriku yang sedang memikirkan betapa sulitnya keluarga itu menjalani hidup, di tengah serba kekurangan dan keterbatasan.

KPCDI terketuk untuk membuka uluran tangan para dermawan. Bila kalian terpanggil hatinya, silahkan mendonasi melalui rekening:

No Rekening : 6220-41-4343
Bank BCA KCP Kemang Mansion
A.N Komunitas Pasien Cuci Darah Indonesia

Kami akan menyalurkan bantuan para dermawan langsung ke keluarga Rafif. Semoga pertolongan para dermawan bisa meringankan beban hidup keluarga Rafif.

 

*Ciganjur yang sudah kehilangan sinar mentari

Oleh Peter Hari (Sekjen KPCDI)

 

Leave a Reply