Mari Berbagi Kasih untuk Ibu Asna Agar Kondisinya Stabil Kembali

Sudah jatuh tertimpa tangga. Mungkin peribahasa yang tepat menggambarkan nasib ibu yang satu ini. Kemalangan demi kemalangan mendera Ibu yang berumur 54 Tahun ini.
Awalnya terkena musibah sakit Gagal Ginjal. “Lima tahun yang lalu saya harus cuci darah karena komplikasi tekanan darah tinggi,” ujar Asna kepada Bagariel Manurung dan Aimma Siahaan saat sedang berkunjung ke rumahnya.
Kemudian sang ibu yang sudah lama bercerai ini, terkena hernia. Di bawah pusarnya ada benjolan berwarna unggu. “Rasanya sakit sekali. Dua tahun lalu dioperasi. Keluar lagi dan malah tambah membesar. Sampai sekarang belum dilakukan tindakan lagi”, keluhnya kepada dua anak muda yang menjadi motor penggerak KPCDI di Medan.
Tak cukup itu, lantas ibu satu anak ini terkena acites (penumpukan cairan di rongga perut) juga. Perutnya membesar, pernah tindakan pungsi (pengeluaran cairan di rongga perut) tiga kali, kini membesar lagi.

Dua anak muda yang juga pasien cuci darah itu mau menangis melihat penderitaan ibu yang tinggal di Jalan Marelan Pasar 3, Medan itu. “Kami berdua ke sana membutuhkan waktu dua jam karena harus mencari alamat rumah,” ujar Aimma kepadaku lewat pesan WhatsApp.
Dua pengurus KPCDI Wilayah Sumatera Utara itu tergerak hatinya setelah mengetahui ada pasien cuci darah yang datang sendirian ke rumah sakit. Fisiknya payah dan ada komplikasi, tanpa pendamping.

Ketika ditanya kenapa sendirian, sang ibu menjawab sudah tidak punya suami. “Suami kawin lagi, kami bercerai. Kini dia (suami) sudah meninggal,” ungkapnya.
Sang anak katanya sudah besar (30 Tahun) tidak tinggal serumah lagi. “Dia kuli bangunan dan sudah menikah. Tidak berkerja, tidak bisa makan. Hanya waktu aku drop ia mau dampingi aku. Tapi seringnya marah-marah,” keluhnya sambil meneteskan air mata.
Menurut salah seorang tetangga yang diwawancarai oleh Pengurus Sumut, Ibu Asna hidup dengan serba kekurangan dan keterbatasan. Beberapa tetangga yang iba dengan kondisinya, membuat hati mereka tergerak untuk membantu walau hanya sekedar memberi makan.

Keseharian ibu Asna hanya duduk dan tiduran saja. Tanpa bisa bekerja. Hemoglobin (HB)-nya rendah. Untuk makan seadanya, itupun dibantu tetangga kiri kanan yang berempati kepadanya.
“Kadang dikasih lauk-pauk sama tetangga. Tapi tetap susah makan karena rasanya mual dan mau muntah. Perut rasanya penuh,” ujar Asna
Ketika ditanya kenapa nggak kontrol berobat lagi, Ibu Asna menjawab lagi dengan menangis. “Tak ada uang untuk ongkos. Saya cuci darah 2 (dua) kali seminggu. Kalau gak ada uang untuk ongkos, saya pergi cuci sekali seminggu. Tidak ada yang antar dan jaga kalau saya disuruh opname sama dokter,” Jawabnya dengan sesungguk-kan.
Kadang karena HB rendah dan tensi rendah, beberapa kali pingsan di jalan dan diangkutan umum, baik sebelum dan sesudah cuci darah. Bahkan saya pernah pingsan karena mengurus rujukan. “Kan sekarang payah rujukan BPJS. Di suruh pindah HD. Pindahnya di RS USU. Malah makin jauh. Pergi pagi sampai magrib baru pulang. Pingsan saya. Terkapar. Sampai diangkat orang,” keluhnya.
Ketika ditanya tentang obat-obatan, Asna hanya tahu tentang obat tekanan darah tinggi saja. “Obat tensi (tekanan darah tinggi) saja yang dikasih. Itu saja yang saya tau”, ujarnya.

Sebenarnya ia tinggal bersama Ibunya. Tapi ibunya juga sudah tua, mendekati umur 80 Tahun. Kedua anak muda itu melihat sang ibunda Asna sudah bungkuk. Buat berjalan saja dia mengalami kesakitan. Dia malah menjadi beban Asna.
Tak cukup di situ bebannya, Asna juga punya 2 (dua) anak asuh berumur sekitar 8 tahun. Kedua anak itu sudah ditinggal mati orang tuanya. “Orang-tuanya yang punya rumah. Rumah yang kini saya tempati. Saya hanya bisa memberi makan kedua anak itu seadanya,” ujarnya dengan mimik nelangsa.

Bagariel Manurung dan Aimma hari itu mendapat pelajaran sangat penting dalam hidupnya. Mereka pasien cuci darah yang bisa dibilang lebih beruntung dari Asna.
Mereka pulang dengan perenungan mendalam. Kemudian, menyampaikan rasa empatinya kepada Pengurus Pusat KPCDI. Mereka berdua berharap KPCDI dapat mengulurkan tangan dan membantu meringankan beban Asna.
Pengurus Pusat setuju KPCDI hadir untuk Asna. KPCDI harus memberi bantuan dan pendampingan berobat kepada pasien tersebut.
Kami mengetuk hati para dermawan untuk membantu Asna. Caranya bisa mendonasikan uang melalui rekening kami;
No Rekening : 6220-41-4343
Bank BCA KCP Kemang Mansion
A.N Komunitas Pasien Cuci Darah Indonesia
Bantuan yang terkumpul akan kami salurkan ke Asna melalui Pengurus KPCDI Walayah Sumatera Utara. Selain untuk kebutuhan makan dan transportasi berobat, dana juga akan kami alokasikan menggaji orang yang bertugas mendampingi Asna untuk berobat. Mendampingi Asna kalau opname, dalam menyembuhkan penyakit asites dan hernia yang diderita saat ini.
Kami berharap bantuan yang akan kami berikan sampai tahap Ini Asna sehat dan bisa mencari nafkah sendiri. Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi Pengurus KPCDI Wilayah SUMUT, Aimma Siahaan di nomor HP 0812-6030-8804
*Ciganjur, masih dengan kesakitan pinggang
Penulis : Peter Hari (Sekretaris Jenderal KPCDI)