Kopdar Pasien Cuci Darah Bayumas, “Ora Ngapak, Ora Kepenak”

Sokaraja adalah sebuah kecamatan di Kabupaten Banyumas, Provinsi Jawa Tengah, Indonesia. Kecamatan ini berjarak 8 km dari Kota Purwokerto ke arah timur. Dahulu, Banyumas adalah Karesidenan yang terdiri dari : Banyumas, Banjarnegara, Purbalingga, Cilacap dan Kebumen (Masbarlingcakeb).

Ditempat ini, akan diadakan Kopi Darat dan Pembentukan KPCDI Cabang Bayumas.

Aku, Donny dan Mulyanto mendapat tugas sebagai perwakilan dari Pengurus Pusat untuk hadir dalam acara tersebut.

Menumpang Kereta Api melalui Stasiun Gambir (Sabtu, 27/20/2018), perjalanan untuk tiba di Stasiun Purwokerto memakan waktu sekitar 5-6 jam.

Setibanya di Purwokerto, waktu sudah menunjukkan pukul 2 (dua) siang. Kondisi lapar pun menyerang.

“Kita makan siang aja dulu. Apa yang terkenal (makanan) dikota ini”, tanya ku ke Mulyanto.

“Soto Sokoraja. Itu enak”, sahut Mulyanto

Sebagai seorang traveler dan photographer, wajar saja ia mengetahui makanan favorite di seluruh Indonesia. Kang Moel, begitu panggilannya, juga seorang “pemburu” berbagai macam kuliner yang terkenal di setiap kota.

“Karena sering keliling Indonesia, dan hobbi makan, berat badan ku hampir 100 kg. Itu kenapa aku Gagal Ginjal. Asam urat ku tinggi dan tidak terkontrol”, ucapnya tertawa

“Bahkan aku kehilangan berat badan lebih dari 30 kg karena Gagal Ginjal,” lanjutnya.

Kota Kabupaten Banyumas ini punya potensi wisata kuliner yang luar biasa. Hal ini terbukti dengan adanya salah satu kuliner yang terkenal yaitu Soto H. Laso.

Jarak yang dekat dengan stasiun Purwokerto, membuat kami langsung menghampiri warung makan ini.

Kaldunya yang khas, ditambah sambal kacang sebagai pelengkap, membuat kami lahap menyantap hidangan ini, bahkan Mulyanto sampai menghabiskan 2 porsi mangkok soto tersebut.

Soto ini kian mengukuhkan posisi sebagai kuliner legenda di Sokaraja. Tak heran jika jika hidangan satu ini lumayan punya banyak penggemar.

KOPI DARAT

 

Minggu (28/10/2018) acara Kopi Darat siap digelar. Bertempat di SMPN 1 Sokaraja, para pejuang cuci darah mulai satu demi satu berdatangan dari berbagai kota disekitarnya.

Acara dimulai pukul 10.00 WIB

Dari tempat penginapan, kami langsung di Jemput oleh Suryo Adi dan Novi, Istrinya. Mereka berdua ini pasangan yang romantis. Dimana ada Suryo, pasti ada Novi. Katanya mereka sudah pacaran sejak zaman kuliah dulu. Dan menikah setelah dirinya (Suryo) sudah divonis Gagal Ginjal.

Novi perempuan yang hebat, mencintai Suryo walau keadaan sakit.

Suryo Adi dan Novi

Sebelumnya, Pengurus Pusat sudah melakukan diskusi panjang dengan Suryo, salah satu anggota KPCDI Cabang Jakarta. Kebetulan, Suryo asli dari Purwokerto.

Pria yang bertubuh besar ini punya keinginan besar agar pasien Gagal Ginjal di daerah dimana ia dibesarkan mendapat edukasi yang tepat guna meningkatkan kualitas hidup pasien.

“Bang, aku ingin KPCDI bisa mengadakan kegiatan di Purwokerto. Kasihan kawan-kawan disana. Minim informasi dan edukasi tentang cuci darah, dokter ahlinya juga sangat terbatas”, ungkapnya saat bertemu di salah satu resto di Jakarta Timur.

Aku pun langsung meng-iya-kan tawaran Suryo. Sebagai organisasi sosial, dimana salah satu misi organisasi adalah mengedukasi dan mengampanyekan kesehatan ginjal, KPCDI harus menyentuh sampai ke daerah plosok di seluruh Indonesia. Gunanya untuk memberikan informasi dan edukasi tentang penyakit ginjal.

Suryo dan Tangkas adalah pengerak menginisiasi acara Kopdar ini. Tangkas adalah sang penggagas “dialisis ngapak” di Banjarnegara dimana ia tinggal. Satu demi satu pasien dikumpulkannya dan berharap bisa mengedukasi dan menjalin teman baru antar sesama pasien Gagal Ginjal.

“Saya tidak mendapat edukasi apapun sejak divonis awal cuci darah. Hanya datang cuci darah, ditusuk, tidur dan pulang. Tanpa tau apa itu berat badan kering dan putarannya (QB) seperti apa” ungkap Tangkas dalam sambutannya dihadapan lebih dari 70 orang peserta yang hadir.

Tangkas saat memberikan kata sambutan

Dalam diskusinya, Tangkas menyatakan keinginannya agar KPCDI Cabang Bayumas terbentuk sebagai wadah pasien Gagal Ginjal. “Saya ingin kita melek apa itu tentang cuci darah. Dan kita butuh wadah, gunanya salah satu untuk edukasi. Jika edukasi matang, maka kualitas kita akan semakin meningkat,” tambahnya

Sebelum acara berlanjut untuk perkenalan anggota, Tangkas mengajak seluruh peserta meneriakkan yel-yel untuk membakar semangat peserta.

“Bapak Ibu ikutin yel-yel yang sudah saya ajarkan ya”, teriaknya

“Selamat pagi………”, teriak Tangkas

“Semangat pagi……….”, sambut peserta

“Apa kabar………”, ucapnya

“Sehat luar biasa………..”, teriak peserta

“Salam ngapak…………..”, teriaknya lagi

“Ora ngapak, ora kepenak”, saut peserta disambut gelak tawa dan tepuk tangan

Aku kagum dengan Tangkas, dia sangat percaya diri dan mampu menciptakan suasana yang baik serta mengajak para peserta ikut merasakan atmosfir saat acara itu digelar. Salah satunya permainan menepuk tangan tiap bernyanyi untuk melatih otak tetap fokus.

Disela-sela acara, giliran ku tiba untuk menjelaskan apa itu Komunitas Pasien Cuci Darah Indonesia (KPCDI).

Dihadapan peserta kopdar yang hadir, aku menyampaikan bahwa KPCDI adalah sebuah perkumpulan berbasis gerakan sosial pasien Gagal Ginjal yang mengedukasi dan mengkampayekan kesehatan ginjal serta memperjuangkan hak-hak pasien termasuk didalamnya memberikan masukan kepada regulator agar regulasi berpihak pada pasien.

“Dengan berkomunitas, itu akan menumbuhkan rasa kepercayaan diri setiap pasien. Bahkan kita memiliki saudara yang baru. Disini juga kita bisa saling berdiskusi sampai curhat. Pokoknya seru. Harus kita akui, yang mengerti kondisi kita, adalah orang yang memiliki penyakit yang sama dengan kita”, ungkapku.

Ketum, Tony Samosir saat memaparkan tentang KPCDI

Persoalan rujukan yang berbelit-belit sampai akses obat yang dulu bisa diperoleh dan sekarang dihapus oleh rumah sakit, menjadi pembahasan pokok di sesi acara tersebut.

Aku menyampaikan bahwa persoalan ini timbul karena Negara tidak hadir. Semua sudah ada regulasinya, namun tidak dijalankan bahkan tumpang tindih aturan.

“Contohnya persoalan rujukan, di dalam Peraturan Menteri Kesehatan (PERMENKES) No. 1 Tahun 2012 Tentang Sistem Rujukan dinyatakan bahwa dikecualikan untuk kekhususan permasalahan kesehatan pasien dan kondisi geografis. Faktanya aturan rujukan berjenjang ini tetap dipaksakan tanpa pandang bulu. Padahal kondisi pasien Gagal Ginjal semakin menurun bahkan ada yang lumpuh, tetap saja harus rujukan”, jelasku

Di akhir sesi acara, kami meresmikan terbentuknya Cabang. Dan sekarang KPCDI sudah punya cabang baru di Banyumas yang dipimpin langsung oleh Tangkas.

Tangkas dan Tony saat peresmian Dialisis Ngapak menjadi KPCDI

Selamat bekerja Ketua Cabang Bayumas, Tangkas. Semoga Amanah. Silakan setiap pasien Gagal Ginjal, baik hemodialisa, cuci darah mandiri, pendamping pasien dan transplantasi ginjal untuk bergabung dengan Cabang Bayumas.

Salam, “ORA NGAPAK, ORA KEPENAK”

Oleh: Tony Samosir (Ketua Umum KPCDI)

Leave a Reply