Alfredo, Pasien yang Tetap Berkarya

Pada minggu yang lalu, bertempat di Grand Pasific Hall Yogyakarta, Seminar Awam KPCDI  yang bekerjasama dengan Fresenius Medical Care Indonesia digelar dengan menghadirkan dua pembicara medis yang ahli di bidang bedah vaskular dengan bahasan tentang akses AVShunt.

Tiba-tiba, setelah sesi tanya jawab, MC mengumumkan kepada peserta bahwa akan ada peragaan busana. Dari belakang panggung, para model langsung berjalan menuju depan. Tampak  empat model yang terdiri dari pria dan wanita langsung menguasai panggung acara.

Padahal sebelumnya, panggung tersebut tempat para pembicara mempresentasikan materi edukasi dalam seminar awam yang mengambil tema; “Pencegahan Masalah Pada Akses Vaskuler Pada Pasien Gagal Ginjal”.

Sontak para peserta seminar yang berjumlah lebih dari 170 orang langsung terhipnotis. Yang tadinya stamina para peserta yang rata-rata mulai turun, tiba-tiba bugar kembali seperti mendapat ekstra tenaga. Mereka terpesona dengan kehadiran empat model yang cantik dan ganteng itu. Mereka juga kagum dengan disain batik dengan berbagai model dan gaya. Dan semakin takjub dan kagum setelah mengetahui baju batik yang diperagakan dengan apik itu adalah buah karya dari Alfredo, seorang pasien cuci darah yang sudah menjalani hemodialisa selama delapan tahun.

“Sebelum divonis gagal ginjal aku adalah seniman dari panggung ke panggung. Sering menjadi MC dan penyiar radio. Aku mempunyai agency bergerak dibidang modeling. Aku juga seorang disainer untuk baju-baju kebaya,” ungkap Alfredo kepadaku.

Edo, begitu para sahabatnya memanggilnya. Ketika penyakit yang tidak diinginkannya itu menghinggapi tubuhnya, seketika itu pula semua aktivitasnya berhenti total. “Ketika aku pulang opname, butik aku sudah ditutup. Wedding Organizer juga sudah ditutup. Semua karyawan sudah dipulangkan. Keluarga tidak ingin penyakitku bertambah berat,” ungkapnya

Selama dua tahun Edo tanpa karya. Baginya, kehidupan seperti itu hanya semakin memperberat penyakitnya. “Aku beranikan diri untuk mulai mendisain lagi dan membuka butik walau itu bertempat di rumahku. Bahkan aku juga mulai memproduksi sendiri baju dengan motif batik,” ungkapnya lagi dengan tersenyum.

Kehidupan pemuda yang masih lajang ini menemukan lagi rasa percaya dirinya. Hari-harinya penuh dengan ide dan cita-cita. “Itulah hidupku yang sesungguhnya. Aku semakin bergairah menjalani hidup,” ujarnya dengan wajah berseri.

Dilahirkan hanya dengan dua bersaudara, ia dengan kakaknya. Sang kakak sendiri tinggal di Jerman, dan mempunyai istri asli berkewarganegaraan disana. “Sebelum aku divonis gagal ginjal kakak ku bercerai dan pulang ke Indonesia. Mungkin itu rencana Tuhan, setelah tahu kondisi aku sering drop, ia enggan balik lagi ke Jerman,” kenangnya.

Kakaknya kini adalah satu-satunya saudara kandungnya yang tersisa, setelah kedua orang tuanya meninggal. “Mama anak tunggal. Saya tidak punya om dan Tante,” ujarnya dengan sedih.

Edo sangat beruntung mempunyai kakak seperti itu.  Aku pernah tiga kali bertemu dengan Edo dan selalu ada kakaknya yang setia mendampinginya. Bukan hanya itu saja, sang kakak menjadi penyemangat hidupnya. Kini Edo mempunyai usaha sendiri yang sudah mapan. Hasil karyanya dia beri label Kallium by Alfredo.

Aku tertawa mendengar penuturannya. Sambil mengeluarkan karyanya berupa baju batik trendi yang ditawarkan ke Tony, dia menjelaskan kenapa karyanya diberi label kallium. “Kalium untuk pasien gagal ginjal adalah momok menakutkan bagi pasien cuci darah. Kelebihan kalium dalam tubuh akan membuat pasien gagal ginjal masuk UGD bahkan ICU. Aku ingin membuat sosok kalium yang happy dan trendi. Dan itu tercermin dalam karya saya,” jelasnya lagi dengan penuh semangat.

Ketika aku tanya dari mana dia belajar disain, sarjana psikologi itu menjawab otodidak. Semakin membuat aku kagum padanya. Dari penuturannya, pemilik nama lengkap Alfredo Priyantory, semua ini bermula dari aktivitasnya sebagai pengajar drum band di sebuah Taman Kanak-kanak.

“Awalnya aku merancang baju untuk personil drum band. Ternyata banyak yang suka. Bahkan Orang tua mereka juga ikut pesan. Aku juga merancang baju anak didik ku di modeling untuk ikut lomba. Dan terus berkembang, dan akhirnya aku fokus sebagai perancang busana untuk kebaya,” tuturnya.

Pria penggemar olah raga bulutangkis ini pernah berpikir kalau hidupnya tinggal beberapa saat lagi. “Entah kapan Tuhan memanggilku. Tetapi, selama Tuhan memberi kesempatan saya tetap bernafas, tidak akan saya sia-sia kan. Saya harus berkarya dan berbuat sesuatu yang baik untuk orang lain. Dan itu membuat semangat hidupku menyala kembali,” ujarnya menutup percakapan kami berdua.

Kini, ia telah menemukan jati dirinya kembali. Rasanya, ia telah menjadi orang sehat. Perubahan mindset seperti itu baginya yang paling berharga dalam perjalanan hidupnya kini. (Peter Hari)

Leave a Reply