KPCDI: Menimba Ilmu dan Meraih Mimpi
- November 7, 2017
- in Kisah Inspiratif

Namanya Suryo, tubuhnya gemuk, pengemar berat buah durian. Sayang, sejak menjadi pasien cuci darah, ia sudah tidak bisa menyalurkan hobinya tersebut. Ketika mengikuti seminar, ia bertanya kepada dr.Ety Mariatul Qipitiah, Sp.GK, Spesialis Gizi Klinik di RSPAD, apakah ada trik memakan buah durian agar kaliumnya aman bagi pasien cuci darah. “Saya sudah begitu kangen makan durian dokter. Kalau apel direndam air hangat bisa menurunkan kalium, apakah ada tips untuk buah durian?” tanyanya sambil tertawa.
Harapan Suryo pupus karena dr. Ety menjawab tidak ada cara untuk membuat kandungan kalium durian menjadi rendah. “Saya belum pernah menemukan literatur yang menjelaskan hal tersebut,” jawabnya sambil tersenyum juga.
Itu adalah sekelumit dialog antara presenter dan audien yang rata-rata adalah penderita gagal ginjal kronik. Sebelumnya, turut berbicara dr. Jonny SpPD-KGH, MKes, MM, yang memberi saran selain cuci darah dengan menggunakan mesin, bisa juga secara mandiri melalui terapi CAPD. Acara tersebut digagas oleh KPCDI (Komunitas Pasien Cuci Darah Indonesia), bekerjasama dengan Baxter, sebuah perusahaan global yang bergerak bidang perawatan ginjal. Ruang Pertemuan Hotel Jusseny yang mampu menampung sekitar 170 orang yang penuh saat itu juga. Peserta tidak hanya datang dari Jakarta, tapi dari berbagai kota seperti Lampung dan Sukabumi.
Bukan kali ini saja seminar diadakan, sudah puluhan kali forum edukasi bagi pasien GGK (Gagal Ginjal Kronik) diadakan oleh komunitas yang berdiri 2,5 tahun yang lalu ini. Tanggal 12 November 2017 besok dalam peringatan Hari Kesehatan Nasional, KPCDI juga akan mengadakan seminar di Yogyakarta, dan pelaksanaannya diserahkan oleh Pengurus Cabang DIY-Jateng. Seminar di Jakarta kali ini mengambil tema “Meningkatkan Kualitas Hidup Pasien Gagal Ginjal Kronik dengan Perawatan CAPD”.
Seperti dalam sambutan pembukaan seminar tersebut, Tony Samosir Ketua KPCDI mengatakan tiap metode terapi (baik hemodialisis dan CAPD) tidak bisa dijadikan perdebatan. “Mereka semua saling mengikat dan membutuhkan satu dengan lainnya. Karena tidak semua pasien layak untuk bisa terapi dengan hemodialisis, begitu juga tidak semua pasien layak untuk terapi CAPD. Bahkan tidak semua pasien layak untuk dilakukan transplantasi ginjal,” tuturnya dihadapan 170 orang yang mengikuti acara itu.
Senada dengan itu, dr. Jonny, Sp.PD-KGH, MKes, MM, menyayangkan kebijakan beberapa dokter di Indonesia yang pada umumnya langsung menganjurkan pasien gagal ginjal tahap akhir untuk langsung cuci darah. Pasien tidak diberi kesempatan untuk memilih pengobatan yang cocok menurut dirinya sendiri. Apakah hemodialisa? Apakah CAPD (Continuous Ambulatory Peritoneal Dialysis) atau yang sering disebut cuci darah mandiri? Apakah melakukan transplantasi ginjal? Baginya, setiap dokter harus memberi arahan, penjelasan dan informasi yang jelas agar pasien bisa menentukan terapi apa yang sesuai dan cocok dengan keinginannya.
Tanya jawab berjalan interaktif dan sangat seru. Setiap yang bertanya mendapat door prize dari panitia. Walaupun mayoritas peserta adalah pasien GGK dengan terapi cuci darah menggunakan mesin, mereka sangat antusias mencari tahu apa itu terapi CAPD. Pemahaman yang komprehensif tentang penyakit ginjal dan terapinya sangatlah dianjurkan bagi pasien cuci darah,” tutur Ambri pasien GGK yang melakukan terapi CAPD.
Diacara kali ini KPCDI mengandeng Baxter, sebuah perusahaan global dalam bidang perawatan ginjal, yang merupakan merk dagang dari Baxter International Inc. Bahkan, Dorothea Koh, General Manager Baxter Indonesia dan Philippine, terbang dari Singapore ke Jakarta untuk mengikuti seminar ini.
“Sebagai bagian dari kampanye “Moving On”, kami berkolaborasi dengan KPCDI dan terus mendukung pasien gagal ginjal dengan memberikan edukasi tentang pilihan yang tepat untuk pasien gagal ginjal,” ujar Dorothea dalam kata sambutannya.
Lomba Vokal Group
Acara seminar ditutup dengan makan siang. Setelahnya, sekitar jam 13.00 WIB, peserta kembali ke ruangan untuk mengikuti acara berikutnya. Seperti biasanya, KPCDI mengadakan acara Kopdar. Kali ini dalam bentuk lomba vocal group antar cabang dan menyanyi bebas. Tujuan dari acara ini, agar anggota KPCDI semakin akrab satu dengan lainnya. Biasanya bertemu di dunia maya, akan semakin akrab bila berkumpul di dunia nyata.
“Kami memang bukan EO (Event Organizer) seminar. Kami adalah komunitas yang kegiatannya beragam. Seminar adalah salah satu kegiatannya. Kami ingin mengembangkan diri sebagai komunitas yang mampu membangun persaudaraan dan solidaritas sesama pasien GGK dan keluarganya. Bahkan kami sudah berbadan hukum, tercatat di KEMENKUMHAM. Bentuk organisasi kami adalah perkumpulan, sehingga lebih egaliter, karena memungkinnkan anggota untuk berpartisipasi dalam kegiatan komunitas,” ujar Peter Hari Sekjen KPCDI.
Tampak Kang Mowel, satu-satunya peserta dari Bandung, bernyanyi dengan lepas dan ceria. “Aku bisa melepaskan stress. Sejenak melupakan sakitku dan bergembira bersama teman-teman senasib,” ujar pasien GGK yang masih aktif mengikuti lomba sepeda santai ini.
Panitia akhirnya memutuskan cabang Depok sebagai pemenang lomba vocal group. Kata Bunda Ely, lomba vocal group ini telah membuat anggota di Depok jadi sering bertemu untuk berlatih. “Semoga menjadi semangat kami untuk terus memajukan cabang Depok,” ujarnya.
Walau panitia lelah, tetapi mereka puas. Selain yang datang banyak, hari ini mereka memperoleh ilmu. Sekaligus mempererat persahabatan yang sudah dibina di dunia maya lewat telegram group dan Facebook Fanspage. Beberapa bulan lagi, kegiatan komunitas sudah menanti. Dan komunitas menjadi tempat mereka mengembalikan rasa kepercayaan diri. Dengan beraktivitas, mereka merasa lebih sehat, dan selalu punya mimpi-mimpi kedepannya. Untuk hidup yang lebih baik dan untuk hidup yang lebih indah.
*Siang menuju sore di Ciganjur dengan ditemani hujan yang turun dan berhenti
Penulis : Peter Hari (Sekjen KPCDI)