Setiap Pertemuan Menjadi Energi Baru Bagi Kami

Tubuhnya tegap, tapi bila berjalan masih belum sempurna. Tangan kirinya juga terlihat kaku dan gemetaran. Tanda-tanda serangan stroke empat tahun lalu masih terlihat jelas. Dua tahun lalu dia juga harus menerima kenyataan bahwa hidupnya akan tergantung pada sebuah mesin cuci darah.
Tapi jangan ditanya semangatnya. Hanya seorang diri dia datang dari Solo menuju Jakarta untuk mengikuti kopi darat (Kopdar) yang diselenggarakan oleh Komunitas Pasien Cuci Darah Indonesia (KPCDI). “Saya ini pekerjaannya “Ternak Teri” alias Anter Anak dan Istri. Datang ke sini ingin menimba ilmu yang akan diberikan Pak Lutfi agar bisa berbisnis yang sesuai dengan kondisi badan saya,” ujar Nanang Safii.
Ada juga Bu Hanny yang datang bersama suaminya. Ia datang dari Yogyakarta. Tiba pagi hari di Jakarta, sore harinya sudah harus balik lagi ke Yogyakarta. Lainnya halnya dengan Farrel, anak kecil yang masih duduk di bangku Sekolah Dasar (SD) ini datang bersama kedua orang tuanya. Ibunya sering kita panggil dengan nama Mamah Farrel. Sedangkan papanya lewat akun facebook-nya dengan nama Blanda Tiga Belas.
Bersama adik Farel yaitu Marvel, mereka berempat sekeluarga menumpang kereta api menuju Jakarta. Tiba sejak tanggal 10 Desember dan menginap di Hotel milik Pak Lutfi. Karena kebaikan Pak Lutfi, keluarga ini bisa beristirahat dengan nyaman disana. “Kami sangat ingin bersenang-senang dan bergembira bersama anggota KPCDI lainnya,” ujar mamah Farrel di sela-sela makan siang.
Ada juga yang datang dari luar Jawa, yaitu Lita dari Makasar, yang juga Pengurus Pusat KPCDI bahkan datang jauh-jauh hari sebelum acara Kopdar berlangsung. Lita saat ini juga berdomisili di Makasar. Rencananya selama sebulan akan di Jakarta dan akan melakukan silahtuhrahmi ke anggota KPCDI. Dalam Kopdar ini Lita menyumbangkan kesaksian bagaimana ia menjalankan bisnis kosmetik online yang dikelolanya.
Wajah-wajah bergembira dan bersemangat, itulah wajah-wajah peserta Kopdar. Acara ini begitu dinanti, ditunggu dan diharap. Bertemu dengan teman senasip memang mempunyai nuansa tersendiri. Yang bugar, sehat, dan bersemangat akan mampu menularkannya kepada peserta lain.
Gagal Ginjal dan Produktifitas
“Apakah saya masih bisa berolah raga Dok? Apakah bermain Futsal tidak berbahaya bagi penderita gagal ginjal kronis? Saya kemarin nekat bermain Futsal, bahkan kuat sampai satu jam lebih. Habis rutin berolah-raga badan saya menjadi lebih enak dan sehat ,” tanya Pak Supratman.
Pertanyaan Pak Supratman ini disampaikan saat session acara ceramah kesehatan yang mengambil tema “Tetap Produktif Walau Gagal Ginjal”. Tampil sebagai pembicara tunggal yaitu, dr. Jonny,Sp.PD-KGH.Mkes.MM, dari Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat Gatot Soebroto (RSPAD).
“Apa yang dilakukan oleh Bapak sudah benar. Memang pasien gagal ginjal harus berolah raga. Justru yang tidak boleh kalau hanya berdiam diri dan tiduran saja. Berolah-ragalah sesuai dengan usia. Dan lakukanlah secara bertahap,” ujarnya.
Bagi dokter Jonny, pasien gagal ginjal itu masih produktif dan bisa bekerja. Katanya, walau ginjalnya sudah rusak, si pasien masih sehat dan bisa beraktivitas. Agar lebih produktif, dokter Jonny menyarankan cangkok ginjal karena dia terapi pengganti ginjal yang paling baik. “Silahkan, jika Anda memiliki donor ginjal yang memiliki hubungan bioliogis dan emosional, bawa ke RSPAD, karena kami akan segera melakukan kembali cangkok ginjal setelah lama vakum. Di sini gratis karena ditanggung BPJS,” ucapnya dengan serius.
Ketika ditanya lebih baik mana antara Continous Ambulatory Peritoneal Dialysis (CAPD) dan Hemodialisis (HD)? Dokter berwajah ganteng itu menjawab apa yang nyaman bagi pasien itu yang terbaik. “Tetapi jika dokter memberi edukasi dengan baik dan benar tentang CAPD, akan banyak pasien memilih terapi tersebut,” terangnya lagi.
Dokter satu ini sedang giat-giatnya membuat program CAPD di RSPAD. Dalam satu tahun ini sudah lebih dari 60 pasien yang menjalankan program CAPD di rumah sakit milik Angkatan Darat ini. Manfaat CAPD menurut dokter Jonny sangat banyak. Yang paling utama bila dilakukan lebih awal, pasien yang masih bisa kencing akan bisa lebih bertahan, berbeda dengan HD yang semakin lama akan tidak bisa kencing. CAPD juga terhindar dari penularan virus. Dan yang paling utama pasien relatif makan dan minum lebih leluasa dibandingkan HD. Dan sangat cocok bagi pasien yang sudah mengalami gangguan jantung.
Di lain itu, Dokter Jonny juga mempunyai pandangan yang sama dengan KPCDI, di mana pemerintah harus mempunyai kepedulian terhadap program transplantasi ginjal. KPCDI dan dokter Jonny berharap pemerintah mendirikan sebuah lembaga donor organ. ”Setiap tahunnya banyak orang meninggal karena kecelakaan atau dengan mati batang otak, seharusnya, organ tersebut bisa didonasikan bagi pasien gagal ginjal untuk menyelamatkan kehidupan. “Dengan kemauan pemerintah yang kuat dan edukasi yang baik ia yakin bisa ada donor jenazah (kardaver),” tegasnya.
Sharing Bisnis
Adalah Lutfi Ibrahim, dia pemilik hotel di mana kami beracara hari ini. Dengan bantuan dan subsidi dari Pak Lutfi, sehingga KPCDI mampu menyelenggarakan Kopdar di sebuah hotel. Dan Pak Lutfi kali ini juga menyumbangkan pengalaman dia berbisnis.
“Saya pensiun dini sebagai National Sales Head SME di Standard Chartered Bank. Padahal, saat itu saya membawai 3000 karyawan. Saya kemudian memberanikan diri memulai bisnis sendiri. Dan setiap bisnis yang saya geluti selalu berhasil,” ucap bapak dengan empat orang anak itu.
Pak Lutfi ini memulai bisnis yang modalnya tidak terlalu besar. Dia pernah membeli bisnis waralaba Royal Craft. Dimulai dari modal 5 juta. Sampai dia dipercaya mengurusi wilayah Jabodetabek. “Ratusan juta uang mengalir kepada saya, sementara saya tidak melakukan apa-apa,” ujarnya disambut tepuk tangan peserta diskusi.
Saat bekerja di bank, ia terinspirasi oleh Pak Haji yang jual gorengan. Pak Haji ini mempunyai mobil mewah BMW, ketika ditanya bisnisnya apa? Kata Pak Lutfi bisnisnya gorengan. Tapi, Pak Haji ini mempunyai cabang di 180 tempat. “Bayangkan saja satu gerobak gorengannya rata-rata labanya 2 juta. Dikalikan 180, dia mempunyai penghasilan 360 juta. Dia ongkang-ongkang kaki, main gaplek sambil menghisap rokoknya. Sementara aku bekerja pontang-panting gajinya hanya segitu,” ujarnya dengan mimik lucu.
Lainnya hal dengan Lita, ibu satu anak ini, setahun sebelum cuci darah dia sudah menekuni bisnis kosmetik yang dipasarkan dengan cara online. “Ketika saya menjalani HD saya semakin serius dibidang ini. Bisnis ini sangat mungkin dijalankan bagi pasien cuci darah, yang jam kerjanya tidak mungkin seperti orang sehat. Dan modalnya tidak besar. Hanya modal handphone Smartphone dan paket internet,” ujarnya dengan penuh semangat.
Bagi Pak Lutfi dan Lita, yang paling penting ada kemauan. “Yang penting kita tidak malu untuk menjalankan bisnis. Bayangkan, saya sewaktu masih menjabat National Sales Head SME di Standard Chartered Bank, saya tidak malu nongkrong di pinggir jalan sambil leher saya lilit handuk sambil jualan makanan di pinggir jalan,” ungkapnya lagi.
Tak terasa waktu cepat berlalu. Dan pertemuan yang mengesankan itu harus berakhir. Foto bersama menjadi favorit bagi peserta. Rasa senasip seperjuanganlah yang membuat rasa kebersamaan muncul. Dan kebersamaan itu telah menularkan energi yang luar biasa dari peserta ke peserta lain. Maka tidak berlebihan bila setiap pertemuan telah menjadi energi baru bagi kami.
Cigajur 11 Desember sambil ditemani semilirnya angin
Oleh: Petrus Hariyanto (Sekretaris Jenderal KPCDI)