Donny Nainggolan: Tetap Berkarya Untuk Sebuah Cita-Cita

Oleh: Petrus Hariyanto
“Maaf Pak Hari aku masih di Kereta Rel Listrik (KRL). Hanya bisa mantau, belum bisa berkomentar. Apalagi KRL-nya penuh,” tulis Donny lewat WhatsApp kepadaku.
Ternyata Donny baru saja pulang dari tempat kerja. Kutengok jam dinding di rumahku, menunjukan angka delapan. Sungguh larut dia pulang dari kantor. Lain waktu, dia bahkan pernah mengatakan tidak bisa ikut rapat karena masih ada pekerjaan di kantor.
Kami, di Pengurus Pusat KPCDI mempunyai jadwal rutin rapat setiap hari selasa malam. Walau rapat via WhatsApp, tapi yang tidak bisa ikut harus memberitahu.
Donny Marojahan Nainggolan, demikian nama lengkap anak muda berdarah batak ini. Pria gemuk yang memiliki brewok ini adalah seorang telecommunication engineer. Oleh teman-temannya di KPCDI dipercaya sebagai Ketua Departemen Komunikasi. Salah satu tugasnya mengurusi website milik KPCDI.
“Saya pernah pindah tempat kerja. Saya diberhentikan karena alasan tak jelas.,” ujarnya dengan enteng.
Karena keahlian yang ia miliki, banyak dicari oleh perusahaan IT, maka pria lajang lulusan Teknik Telekomunikasi Sandhy Putra Jakarta ini, mudah sekali mencari pekerjaan baru. “Aku mengaku orang sehat,” ujarnya dengan tertawa.
Konsekuensinya, Donny bekerja seperti orang sehat lainnya. “Kalau lembur ya harus lembur. Setiap hari kerja, aku harus masuk kerja juga,” ucapnya.
Agar setiap hari bisa masuk kerja dan tidak membolos, Donny melakukan cuci darah di malam hari. Dia melakukannya di Rumah Sakit Saint Corolus, Salemba, padahal rumahnya berada di Tangerang. “Jika orang lain sehabis kerja akan pulang ke rumah untuk beristirahat dan berkumpul dengan keluarga, tetapi saya berjuang untuk memperpanjang umur saya dengan menyerahkan seluruh tubuh kepada mesin pengganti ginjal”, tuturnya dengan senyum.
Pukul sembilan malam Donny cuci darah. Pukul dua pagi baru selesai. Lantas, dia tidak pulang tetapi langsung tidur di rumah sakit. Sebelum berangkat ke kantor di pagi hari, dia juga mandi di rumah sakit tersebut. Tempat pekerjaannya yang baru itu hanya bertahan 5 bulan. Donny tidak sanggup karena harus bekerja 12 jam sehari. Dan katanya, di hari sabtu dan minggu tetap harus masuk kerja. “Sebagai penderita Gagal Ginjal Kronik (GGK), saya tidak mampu bekerja seperti itu. Sama saja itu akan memperpendek umur saya,” ungkapnya.
Kini Donny kembali lagi ke perusahaan lamanya. Walau gajinya tidak sebanyak sebelumnya, tapi suasana kerja lebih nyaman. Kalau drop ada yang membantu karena teman-temannya sudah tahu kalau dia pasien cuci darah.
Bagi pria kelahiran 26 tahun yang lalu ini, memilih bekerja agar tetap bisa berkarya dan semangat pantang menyerah. Berpangku tangan jutru akan semakin mengingatkan dirinya akan sakitnya. Dia berharap, kedepan mempunyai tabungan yang cukup besar. Dengan tabungan itu ia berencana bisa melakukan cangkok ginjal.
Sama seperti pria lajang lainnya, dia bercita-cita untuk memperoleh pasangan hidupnya. Maka tak putus asa dia berdoa dan mencari tambatan hatinya.
Dan KRL di malam hari menjadi saksi perjuangan hidupnya. Ditengah sesak dan berjubelnya penumpang, Donny tidak mengeluh. Walau dia harus berdiri karena tidak ada yang memberi tempat duduk, dia tetap harus pulang ke rumahnya di Tangerang. Karena di rumah itu sudah menunggu mamanya yang sangat tulus menyanyangi putranya ini. (Jakarta, 27 oktober 2016)