Membangun Komunitas, Solidaritas dan Persaudaraan

Minggu 6 maret 2015

Kami KPCDI (Komunitas Pasien Cuci Darah Indonesia) memulai sebuah perjalan menuju puncak di “Yasmin Resort”.

Pada pukul 6.30 pagi perjalanan pun dimulai dan acara pun turut mengisinya dalam perjalanan tersebut. Dimulai dengan tepuk pasien cuci darah dan semboyan pasien cuci darah, yang membuat semangat kita semakin kuat dalam perjalanan tersebut.

Acara pun dimulai dan kita para peserta diminta untuk memperkenalkan diri sampai mengapa mereka bisa di vonis GGK (Gagal Ginjal Kronis). Saya pribadi sungguh sangat beruntung dan sangat mensyukuri apa yg terjadi di diri saya. Karena setelah saya menyimak satu persatu, ternyata banyak yg lebih parah storynya dari saya. Ada yang tidak diketahui sakit apa dan langsung di vonis GGK, ada yang sedang asik bekerja dan di kasih buah oleh temennya dia langsng cekukan 4 hari non stop sehingga langsung di haruskan cuci darah, ada yang HB nya di point 3 koma sekian, dan masih banyak lainnya.

Tapi disini kami semua semangat, terlihat dari wajah-wajah kita para peserta yang tidak begitu memikirkan apa yg kita derita selama ini. Semangat hidup, dukungan orang2 sekitar, itu semua membuat kita bisa survive dan saling memotivasi sesama rekan pasien cuci darah.

Sebenernya acara ini sudah pernah dilakukan, tetapi baru kali ini saya ikut berpartisipasi. Dan apa yang saya dapat? Sangat-sangat luar biasa, saya berasa tidak sendiri lagi sekarang. Saya merasa punya keluarga baru, kebersamaan yang terjadi kemarin membuat saya hanyut dengan suasana tersebut. Sungguh sangat meninggalkan kesan tersendiri buat saya dan teman-teman. Dari banyak games yang kita mainkan disana, berenang, makan bersama bareng dalam satu meja, berseda gurau dan sampai berunding tentang pasien cuci darah kedepannya bisa mendapatkan donor untuk tranplantasi dan berbicara tentang regulasi BPJS, agar kita sebagai pasien GGK bisa hidup berkualitas.

Sebenernya sangat miris melihatnya kemarin, karena rata-rata peserta yang ikut adalah anak muda yang masa depannya masih panjang sudah terkena GGK, seperti saya yang masih 23 tahun. Disini kita mencari solusi, berkampanye, dan berunding. Mencari jalan keluar agar tidak terjadi lagi GGK untuk anak-anak muda diluar sana.

Lalu tanpa terasa waktu menujukkan pukul 5 sore dan kita memulai perjalan pulang ke Jakarta. Di perjalanan pun kita masih sempat bercanda satu dengan yang lain sampai akhirnya kita semua tertidur karena lelahnya aktivitas yang kita lakukan seharian di puncak tadi. Sesampai dirumah dan sampai detik ini saya masih kebayang apa yang kita lakukan bersama-sama kemarin disana. Sangat kurang rasanya waktu 1 hari itu. Ingin rasanya tiap hari kita berjumpa, cuma aktifitas kita masing-masinglah yang membatasi ini semua.

Pesan saya sebagai pasien cuci darah termuda, ingat!!! Jangan pernah patah semangat dan harus selalu survive sama diri kalian. Tuhan memberikan cobaan ini semua bukan karena IA marah sama kita, melainkan IA sayang sama kita. Selalu percaya Tuhan sudah mempersiapkan rencana indah buat kita nantinya.

Penulis: Bayu ( Vonis GGK, aktif sebagai psikolog di Kepolisian Republik Indonesia )

Leave a Reply